Semarang (ANTARA) - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah bakal terus mengawal penyelenggaraan Sekolah Rakyat agar sejalan dengan tujuan memberikan akses pendidikan yang terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama yang tidak mampu.
"Saya kira kalau dari sisi dalam rangka menghasilkan SDM (sumber daya manusia) yang unggul, harus diapresiasi niat pemerintah agar akses pendidikan bisa dijangkau semuanya," kata Ketua PGRI Jateng Muhdi, saat dikonfirmasi di Semarang, Rabu.
Menurut dia, siswa-siswa yang selama ini memiliki keterbatasan ekonomi dan keterbatasan akses pendidikan akhirnya bisa bersekolah di Sekolah Rakyat dengan asrama yang dibiayai sepenuhnya oleh negara.
"Masalahnya, saya kira karena ini kebijakan sangat mepet ya, akhirnya mungkin dijalankan dengan segala keterbatasan. Tapi, kami bersyukur sudah mulai," katanya.
Ke depan, ia berharap penyelenggaraan Sekolah Rakyat bisa terus disempurnakan, termasuk perekrutan guru agar tidak banyak menimbulkan problem, misalnya mundur karena jarak rumah dan sekolah jauh.
Karena itu, Wakil Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI itu mengusulkan jika guru-guru PPPK yang selama ini belum terserap formasi bisa diutamakan untuk seleksi guru sekolah rakyat.
"Yang kedua, kami berharap ini sekolah rakyat juga betul-betul sinergis dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Karena hakikatnya kan tanggung jawabnya ada di mereka, sedangkan sekarang ada di Kementerian Sosial," katanya.
Muhdi juga menyoroti adanya siswa Sekolah Rakyat yang kabur dari asrama yang harus segera dicarikan solusi secara terbaik agar tidak sampai terulang kembali.
"Kebijakan ini kan dari sisi pemerintah, 'top down' ya. Terus, mungkin ada orang tua yang ingin anaknya sekolah (sekolah rakyat), tapi anaknya justru tidak siap sekolah," kata mantan Rektor Universitas PGRI Semarang itu.
Ia mengakui kejadian itu menimbulkan keprihatinannya jika tidak segera dicarikan solusi, sebab bagaimanapun kewajiban negara memastikan setiap anak mendapatkan pendidikan, terutama wajib belajar.
"Ya kami akan lihat. Kami tugasnya mengawasi mudah-mudahan berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Saya kira menjadi perhatian kita juga," pungkasnya.
Sebelumnya, sebanyak lima siswa Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 16 Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, meninggalkan asrama tanpa pemberitahuan resmi kepada pihak sekolah.
Kepala SRMA 16 Kabupaten Temanggung Agus Adibil Mohtar menyatakan, peristiwa itu terjadi karena beberapa siswa masih mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan kehidupan berasrama, terutama karena rasa rindu terhadap keluarga.
Ia menyampaikan bahwa pihak sekolah tetap menjalin komunikasi aktif dengan keluarga siswa untuk memberikan ruang pertimbangan dan memastikan masa depan pendidikan mereka tetap terjaga.
Dari lima siswa yang pulang, dua di antaranya telah menyatakan niat untuk segera kembali dalam waktu dekat.
Jumlah siswa yang kembali ke rumah tersebut, kata dia, terbilang sangat kecil jika dibandingkan dengan total siswa SRMA 16 Kabupaten Temanggung yang mencapai 125 anak.

