Magelang (ANTARA) - Sebanyak 14 pelukis muda dari sejumlah kota menggelar pameran berjudul "Rupa-Rupa Nyata" di Studio Kongkalikong Kota Magelang selama 5-26 Juli 2025 sebagai manifestasi atas inspirasi tentang memungut realitas.
"Menyajikan realitas masing-masing melalui seni, mempertanyakan, merasa realita yang sesungguhnya, yang tersimpan, kebohongan, menggunakan seni untuk alat realitas, tradisi, menguatkan identitas sebagai perempuan dalam adat di tengah gejolak identitas antara perempuan dan laki-laki," kata kurator pameran dari Yogyakarta, Arami Kasih, saat pembukaan pameran itu di Magelang, Sabtu sore.
Ia menyebut pameran "Rupa-Rupa Nyata" merangkum semua fungsi tersebut, melalui konsep "memungut ralitas". Total karya yang dipajang dalam pameran di studio di kawasan Kwarasan, Kelurahan Cacaban, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang itu, 25 lukisan.
Melalui karya seni berupa lukisan berbagai ukuran tersebut, para pelukis berasal dari Magelang, Yogyakarta, Jakarta, dan Salatiga itu, mempertanyakan tentang realitas sebagai sesuatu yang ditampilkan atau justru disimpan.
Sebanyak 14 pelukis itu, yakni Ahadi Bintang, Alipjon, Alodia Yap, Asrul Sani, Bayorz, Budiyono, Clesia Christine, Cutnotslices, Fani Sejati, Gabriele Maria, Gindring Waste, Hand2hand, Philiponk, Pulung Wicaksono.
Ia mengemukakan seni sebagai jalan mempertahankan identitas, mengabadikan tradisi, merekam suasana, dan mewujudkan pola pikir.
Selain itu, ucapnya, seni bisa menjadi senjata, menangkap kumpulan kemungkinan, mempertanyakan realitas, mengungkap kebohongan, sekaligus mempertanyakan pemahaman, menunjukkan eksploitasi, membangkitkan kesadaran, merespon bahasa, mengkritik pola sosial, menyuarakan penerimaan, dan membantu menyadari batas pandang.
Ia mengatakan bahwa pameran mereka membuka wacana tentang ketidaktahuan dan eksplorasi dengan menengahkan kolektivitas dan perbedaan sekaligus.
Selain itu, ujarnya, menciptakan ruang dialog yang menghadirkan gema dari banyak kepala, banyak tubuh, banyak kemungkinan, dan membuktikan bahwa setiap tubuh menyimpan sejarahnya sendiri.
"Sedangkan seni cara mendengarkan sejarah itu," katanya.
Salah seorang peserta pameran, Asrul Sani, mengatakan bahwa melalui pameran "Rupa-Rupa Nyata" itu, setiap pelukis menghadirkan realita masing-masing yang membuka kemungkinan menarik untuk dibahas.
"Kita selalu bersinggungan. Realita yang kita 'share' (bagikan) dan simpan, barangkali bagus untuk dibahas," katanya.