Pati (ANTARA) - Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) Kabupaten Pati, Jawa Tengah, membuka posko pengaduan secara daring (online) terkait dengan kenaikan tarif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.
"Posko ini menjadi kanal alternatif yang dapat diakses publik melalui tautan resmi: https://bit.ly/PoskoAduanPBBP2PATI dengan tujuan utama menginventarisasi keberatan masyarakat dan menyusun strategi advokasi yang komprehensif," kata Ketua IKA PMII Pati Ahmad Jukari di Pati, Kamis.
Melalui aduan tersebut, pihaknya siap menampung berbagai keluhan masyarakat yang terdampak langsung oleh kebijakan tersebut.
Ahmad Jukari mengatakan bahwa pembukaan posko ini merupakan langkah awal dalam memberikan ruang partisipatif bagi masyarakat yang merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan kebijakan.
Apalagi, kata dia, sosialisasi dari pihak pemerintah terkait kebijakan yang sangat berdampak pada kehidupan ekonomi warga itu masih minim.
"Banyak warga yang masih bingung dan merasa tidak tahu-menahu soal kebijakan kenaikan PBB ini. Bahkan, sebagian sudah menerima lembar tagihan pajak (tumpi) dengan nominal jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," ujarnya.
Sejak kebijakan kenaikan PBB P2 Pati itu diumumkan Bupati Pati Sudewo pada hari Minggu (18/5), berbagai keluhan mulai bermunculan di media sosial dan grup-grup WhatsApp. Bahkan, sebagian masyarakat melaporkan adanya lonjakan pajak yang tidak rasional.
Ia memandang penting keterbukaan informasi dalam perumusan dan implementasi kebijakan publik, apalagi yang berdampak langsung pada aspek ekonomi masyarakat.
"Kami tidak menolak pajak sebagai kewajiban warga negara, tetapi yang kami kritisi adalah lonjakan yang sangat besar dan proses yang tidak transparan," ujarnya.
Seharusnya, menurut dia, ada tahapan sosialisasi, penyesuaian bertahap, serta pembukaan ruang dialog publik terlebih dahulu," ujarnya.
Ia menganggap pemerintah daerah seolah-olah melewati proses partisipatif yang menjadi prinsip dasar dalam tata kelola pemerintahan yang baik. Masyarakat seperti dipaksa menerima kenyataan tanpa penjelasan dan tanpa kesempatan untuk menyampaikan keberatan secara resmi.
Dalam formulir aduan online yang disediakan, warga diminta untuk mengisi data diri, alamat lengkap, nominal PBB pada tahun 2025, dan nominal PBB tahun sebelumnya sebagai bahan perbandingan.
"Semua data yang masuk akan digunakan untuk menyusun laporan komprehensif yang akan kami ajukan ke pemkab dan DPRD. Kami ingin kebijakan ini ditinjau ulang, atau setidaknya diberi solusi yang berkeadilan," ujarnya.