Semarang (ANTARA) - Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah Nawal Arafah Yasin menekankan bahwa perempuan perlu menguasai literasi atau pengetahuan terkait keuangan, khususnya dalam hal perencanaan agar dapat mengelola keuangan keluarganya dengan lebih baik.
"Perempuan mungkin tahu perbankan, dan tabungan. Tetapi, perempuan belum memiliki pemahaman yang mendalam tentang cara kerja lembaga, produk, dan jasa keuangan serta manfaat dan risiko-risikonya," katanya saat Webinar Edukasi Keuangan dalam Rangka Peringatan Hari Kartini, yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Jateng, Senin.
Diakui istri Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen tersebut, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia masih terhitung rendah.
Berdasarkan laporan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK Tahun 2022, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen.
Kemudian berdasarkan gender, indeks literasi keuangan perempuan masih di bawah indeks literasi laki-laki, dengan indeks literasi keuangan perempuan sebesar 36,13 persen, sementara indeks literasi laki-laki mencapai 39,94 persen.
Bahkan, kata dia, dalam sejumlah literatur, tingkat literasi perempuan berada pada level "less literate", yaitu memiliki tingkat pengetahuan yang terbatas tentang sistem, lembaga, produk, dan jasa keuangan.
Ia mengatakan beragam tantangan yang mengakibatkan tingkat literasi keuangan perempuan masih rendah ketimbang laki-laki, seperti ketidakadilan gender, seperti dihadapkan pada beban ganda bekerja dan mengurus rumah tangga, namun bukan pengambil keputusan utama, terutama pada urusan besar.
Tantangan berikutnya, jenis pekerjaan dan penghasilan perempuan yang rendah, seperti pada 2023 tercatat jumlah perempuan tenaga profesional di Jateng hanya sebesar 50 persen, kemudian sumbangan pendapatan perempuan Jateng masih di bawah angka nasional, yaitu hanya 35,21 persen.
Angkatan kerja perempuan di Jateng juga masih jauh di bawah angkatan kerja laki-laki. Berdasarkan Profile Gender 2023, angkatan kerja perempuan hanya sebesar 58,31, sementara angkatan kerja laki-laki mencapai 83,74.
"Tantangan ketiga, adalah akses informasi dan pengetahuan keuangan yang rendah. Perempuan masih jarang mendapatkan kesempatan pelatihan-pelatihan terkait dengan keuangan," katanya.
Akibatnya, kata dia, perempuan juga sering menjadi target kejahatan terkait perbankan dan keuangan, seperti penipuan, pencucian uang, jeratan hutang online, kredit online ilegal, investasi bodong, hingga peretasan atau pencurian data.
Dengan kondisi tersebut, kata Nawal, literasi atau pengetahuan terkait keuangan, khususnya perencanaan keuangan sangat penting dan bermanfaat bagi perempuan.
Sementara itu, Direktur Pengawasan OJK Jateng Tisa Retnani mengatakan perkembangan teknologi saat ini membuat dunia terasa dalam genggaman sehingga dibutuhkan literasi keuangan agar para perempuan menjadi lebih cerdas dalam mengelola keuangan.
Ia mengibaratkan bapak sebagai kepala keluarga atau presiden yang telah gigih mencari uang, namun jika perempuan sebagai menteri keuangan tidak bisa mengelola dengan baik maka apa yang sudah didapatkan tetap tidak akan cukup.
Sebaliknya, kata dia, jika keuangan dikelola dengan baik, bukan hal yang tidak mungkin apa yang diinginkan akan tercapai, meski ada keterbatasan anggaran.