Purwokerto (ANTARA) - Pakar hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Hibnu Nugroho mengharapkan adanya solusi terbaik terkait dengan aset PT First Travel yang menjadi barang bukti sitaan negara.
"Dalam suatu peradilan, suatu barang bukti itu ada dua dimensi. Satu, kembalikan kepada pemilik. Kedua, dirampas untuk negara," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa.
Ia mengatakan hal itu kepada ANTARA terkait dengan putusan Mahkamah Agung (MA) dalam Surat Nomor 3096 K/Pid.Sus/2018 yang menyatakan bahwa barang bukti kasus penipuan oleh PT First Travel harus dikembalikan ke kas negara.
Total barang sitaan kasus First Travel tercatat sebanyak 820 item, yang 529 di antaranya merupakan aset bernilai ekonomis termasuk uang senilai Rp 1,537 miliar.
Baca juga: Polisi Sita Aset-Aset First Travel
Menurut Hibnu, barang bukti dirampas untuk negara itu jika merupakan hasil kejahatan atau dirampas untuk dimusnahkan kalau merupakan barang-barang berbahaya.
"Dalam konteks ini (barang bukti, red.) kan milik para jamaah, harusnya hakim tidak berpandangan seperti itu. Dalam ilmu hukum itu disebut dengan cara berhukum yang tidak pakai nurani," tuturnya.
Oleh karena itu, kata dia, para korban penipuan First Travel menjerit ketika mengetahui ketika aset perusahaan tersebut dirampas untuk negara.
Ia mengharapkan adanya jalan lain agar aset yang dirampas untuk negara itu dapat dikembalikan kepada jamaah yang menjadi korban penipuan oleh terdakwa antara lain Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan.
"Bisa juga menggunakan upaya hukum lain karena zaman sekarang harus berpikir out the box untuk kepentingan masyarakat. Ini yang harus dikembangkan," ucapnya.
Baca juga: Kabareskrim Apresiasi Korban First Travel jadi Sukarelawan, Disita 14.636 Paspor
Disinggung mengenai kemungkinan aset First Travel yang dirampas untuk negara itu dapat diserahkan ke korban setelah diterima oleh Kementerian Keuangan, Hibnu mengatakan hal tersebut tergantung terminologi dari dirampas untuk negara.
"Sekarang terminologinya apa? Dimasukkan ke negara sebagai pendapatan negara ataukah diambil alih negara untuk menata dan selanjutnya dikembalikan ke masyarakat. Ini yang kita tidak tahu terminologinya," katanya.
Ia mengharapkan hakim melihat aset tersebut diambil oleh negara bukan untuk masuk ke kas negara melainkan untuk penertiban pengembalian kepada jamaah.
"Jadi negara punya tanggung jawab mengaturnya. Itu yang kita harapkan seperti itu," ujarnya.
Oleh karena itu, kata dia, harus ada solusi terbaik untuk menyelesaikan kasus tersebut dengan menggunakan hati nurani.
Baca juga: Polisi Gandeng PPATK Telusuri Dana First Travel
Berita Terkait
Prof Hibnu : Gugatan atas kewenangan jaksa bentuk perlawanan koruptor
Kamis, 11 Mei 2023 19:42 Wib
Pakar hukum soroti pertimbangan hakim dalam vonis Teddy Minahasa
Selasa, 9 Mei 2023 15:44 Wib
Pakar minta Polda Jateng konsisten terkait lima polisi calo bintara
Kamis, 13 April 2023 15:42 Wib
Pakar hukum: Kasus pemalsuan QRIS kotak amal harus ditangani serius
Rabu, 12 April 2023 15:42 Wib
Prof Hibnu Nugroho dan perjuangan pencegahan tipikor di Indonesia
Jumat, 24 Februari 2023 13:22 Wib
Pakar sebut Polri perlu lakukan pendekatan progresif soal korban tewas jadi tersangka
Jumat, 27 Januari 2023 21:17 Wib
Pakar: Penegakan hukum di Indonesia hadapi tantangan
Rabu, 4 Januari 2023 15:10 Wib
Pakar hukum: Polri memasuki era baru
Sabtu, 15 Oktober 2022 13:14 Wib