Serikat Pekerja PTPN IX amankan aset dari penjarah di Cilacap
Cilacap (ANTARA) - Sekitar 300 pekerja yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Perkebunan PT Perkebunan Nusantara IX Divisi Tanaman Tahunan (FSPBUN IX TT) menggelar aksi untuk mengamankan aset di Kebun Kawung, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Aksi yang digelar di Kebun Kawung, Afdeling Gunung Panenjoan, Blok Cikuya, Desa Bantar, Kecamatan Wanareja, Kabupaten Cilacap, Kamis, diawali dengan Apel Siaga Satuan Tugas FSPBUN IX TT di halaman Kantor PTPN IX Kebun Kawung, Desa Karangreja, Kecamatan Cimanggu, Cilacap.
Aksi tersebut dilakukan FSPBUN IX TT dilakukan untuk menyikapi terjadinya gangguan usaha perkebunan oleh sekelompok masyarakat untuk menguasai lahan dan menanami berbagai jenis tanaman di Kebun Kawung, Afdeling Gunung Panenjoan, Blok Cikuya, Desa Bantar.
Baca juga: PTPN IX terus tingkatkan produksi kopi kering
Sebelum menggelar aksi yang bertajuk "FSPBUN IX Tanaman Tahunan Peduli Pengamanan Aset Milik Negara (BUMN)" di Blok Cikuya, Ketua Umum FSPBUN IX TT Budiyono meminta seluruh pekerja tetap satu komando dalam melaksanakan aksi pengamanan aset tersebut.
Selain itu, kata dia, pihaknya meminta pihak-pihak yang melakukan penjarahan lahan di Blok Cikuya untuk segera dilaporkan dan diproses secara hukum.
Terkait dengan keberadaan dua bangunan liar yang berdiri di atas lahan tersebut, lanjut dia, pihaknya akan merobohkannya jika pihak berwajib tidak bisa menyelesaikan.
"Kalau (para pekerja) ditangkap, saya yang bertanggung jawab," katanya.
Dalam aksi tersebut, sempat terjadi perdebatan antara dua orang pria tua yang diduga sebagai petani penggarap dan beberapa pekerja.
Dua pria tua yang semula terlihat duduk di pintu belakang salah satu bangunan liar itu berdiri dan menghampiri para pekerja karena tidak terima atas rencana perobohan terhadap dua gubuk bambu tersebut.
Saat ditanya oleh pekerja, salah seorang pria mengatakan, dua gubuk bambu tersebut dibangun di atas tanah milik pemerintah dan dia meminta permasalahan diproses melalui jalur hukum.
Ketika mendengar pernyataan tersebut, salah seorang pekerja langsung mengaku mengerti asalah hukum, mendirikan bangunan tanpa izin. "Kamu tahu hukum tapi kamu mendirikan bangunan ini tanpa izin," kata dengan emosi.
Ketegangan tersebut akhirnya dapat diredam setelah ditengahi oleh pekerja-pekerja lainnya.
Kepala Kepolisian Sektor Wanareja yang menghadiri aksi tersebut, Ajun Komisaris Polisi Sutejo H.S. segera meredam suasana yang memanas.
Baca juga: PTPN IX kerja sama pengembangan agrowisata dan minyak asiri
Baca juga: PTPN IX-Perum Perindo tebar benur di Pemalang
"Ada solusi yang terbaik. Di sini kami hadir bersama kepala desa untuk bisa menyelesaikan masalah ini, baik secara hukum maupun secara solusi yang terbaik," kata Kapolsek didampingi Kepala Desa Bantar Zakaria Anshori.
Menurut dia, pihaknya siap untuk memroses jika permasalahan tersebut akan diselesaikan secara hukum.
Kendati demikian, dia mengatakan, masih ada cara yang lebih baik, yakni melalui musyawarah.
Setelah ketegangan mereda, para pekerja melakukan pemasangan papan peringatan di lahan hak guna usaha (HGU) yang selama ini dikuasai PTPN IX Kebun Kawung serta menanam bibit pohon di atas lahan yang telah dibuka oleh warga.
Saat ditemui wartawan, Ketua Umum FSPBUN IX TT Budiyono mengatakan, pihaknya melakukan aksi untuk mengamankan aset milik perusahaan.
"Kami sudah berkomitmen area HGU ini adalah ladang periuk nasi kami, sehingga diminta direksi atau tidak, kita hadir untuk mengamankan aset dari gangguan penjarahan yang dilakukan oleh masyarakat yang tidak bertanggung jawab," katanya.
Terkait dengan ketegangan yang terjadi, dia mengatakan masyarakat tersebut mengaku lahan tersebut merupakan tanah garapan mereka.
Menurut dia, pihaknya berusaha mereka untuk berkomunikasi dengan baik namun terjadi ketegangan.
"Alhamdulillah kita bisa saling memahami sehingga tidak berlanjut ke ranah yang tidak baik," katanya.
Ia mengatakan pihaknya sudah sepakat untuk melaporkan pendirian bagunan di lahan tersebut ke Kepolisian.
Akan tetapi jika hingga tenggang waktu yang telah disepakati tidak segera diselesaikan, kata dia, pihaknya akan datang lagi untuk merobohkan bangunan-bangunan liar tersebut termasuk patok-patok yang dipasang warga di lahan HGU itu.
Sementara itu, Kepala Desa Bantar Zakaria Anshori mengatakan pihaknya akan mengupayakan agar pemilik bangunan liar tersebut membongkar sendiri bangunannya.
Menurut dia, pihaknya juga akan membantu masyarakat untuk memperjuangkan agar tanah tersebut menjadi hak milik warga.
"Insya Allah, kami siap bekerja sama dengan baik," katanya.
Salah seorang warga yang sempat terlibat ketegangan dengan pekerja, Sugeng mengatakan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria disebutkan bahwa tanah perkebunan yang masa HGU-nya sudah habis dan tidak diperpanjang lagi, akan dijadikan sebagai tanah objek reforma agraria (TORA) untuk segera ditindaklanjuti dan diselesaikan konflik-konflik yang ada.
Menurut dia, masyarakat berani mendirikan bangunan di Blok Cikuya karena lahan tersebut sudah tidak masuk dalam HGU PTPN IX sejak tahun 2005.
"Ini berarti sudah tanah negara. Sebelum tahun 1965, ini sebenarnya sudah menjadi tempat pemukiman, tempat hunian, di sini ada sekitar 200 keluarga yang yang menghuni lahan ini. Tapi setelah tahun 1965, masyarakat diusir, lari ke Bantar, dan setelah reformasi ini memang langsung dimohonkan kembali, sampai sekarang Kementerian Keuangan maupun BUMN belum berani mengeluarkan dari aset negara karena belum ada aturan atau regulasi yang lebih konkret," katanya.
Ia mengharapkan dengan terbitnya Perpres Nomor 86 Tahun 2018, lahan tersebut menjadi hak milik masyarakat secara jelas karena sampai sekarang masih saling klaim.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Operasional Tanaman Tahunan PTPN IX Mahmudi mengatakan pihaknya ingin menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan.
"Kita sebenarnya sudah lama melakukan tumpang sari dan kita juga bisa memanen hasil dari produksi karet yang ada di situ. Hanya mungkin ada oknum yang kemudian memanfaatkan momentum atau ada provokasi juga yang kita berharap nanti happy ending, kita masih bisa bersama-sama untuk kemudian menjadikan lahan itu untuk kebermaknaan," katanya.
Menurut dia, masyarakat masih bisa melakukan tumpang sari dan pihaknya tidak terganggu untuk membangun perusahaan perkebunan karet tersebut.
Informasi yang dihimpun dari sejumlah pejabat PTPN IX Kebun Kawung, hingga saat ini proses perpanjangan HGU di Blok Cikuya masih dalam proses perpanjangan yang dilakukan oleh Direksi PT Perkebunan Nusantara IX.
Aksi yang digelar di Kebun Kawung, Afdeling Gunung Panenjoan, Blok Cikuya, Desa Bantar, Kecamatan Wanareja, Kabupaten Cilacap, Kamis, diawali dengan Apel Siaga Satuan Tugas FSPBUN IX TT di halaman Kantor PTPN IX Kebun Kawung, Desa Karangreja, Kecamatan Cimanggu, Cilacap.
Aksi tersebut dilakukan FSPBUN IX TT dilakukan untuk menyikapi terjadinya gangguan usaha perkebunan oleh sekelompok masyarakat untuk menguasai lahan dan menanami berbagai jenis tanaman di Kebun Kawung, Afdeling Gunung Panenjoan, Blok Cikuya, Desa Bantar.
Baca juga: PTPN IX terus tingkatkan produksi kopi kering
Sebelum menggelar aksi yang bertajuk "FSPBUN IX Tanaman Tahunan Peduli Pengamanan Aset Milik Negara (BUMN)" di Blok Cikuya, Ketua Umum FSPBUN IX TT Budiyono meminta seluruh pekerja tetap satu komando dalam melaksanakan aksi pengamanan aset tersebut.
Selain itu, kata dia, pihaknya meminta pihak-pihak yang melakukan penjarahan lahan di Blok Cikuya untuk segera dilaporkan dan diproses secara hukum.
Terkait dengan keberadaan dua bangunan liar yang berdiri di atas lahan tersebut, lanjut dia, pihaknya akan merobohkannya jika pihak berwajib tidak bisa menyelesaikan.
"Kalau (para pekerja) ditangkap, saya yang bertanggung jawab," katanya.
Dalam aksi tersebut, sempat terjadi perdebatan antara dua orang pria tua yang diduga sebagai petani penggarap dan beberapa pekerja.
Dua pria tua yang semula terlihat duduk di pintu belakang salah satu bangunan liar itu berdiri dan menghampiri para pekerja karena tidak terima atas rencana perobohan terhadap dua gubuk bambu tersebut.
Saat ditanya oleh pekerja, salah seorang pria mengatakan, dua gubuk bambu tersebut dibangun di atas tanah milik pemerintah dan dia meminta permasalahan diproses melalui jalur hukum.
Ketika mendengar pernyataan tersebut, salah seorang pekerja langsung mengaku mengerti asalah hukum, mendirikan bangunan tanpa izin. "Kamu tahu hukum tapi kamu mendirikan bangunan ini tanpa izin," kata dengan emosi.
Ketegangan tersebut akhirnya dapat diredam setelah ditengahi oleh pekerja-pekerja lainnya.
Kepala Kepolisian Sektor Wanareja yang menghadiri aksi tersebut, Ajun Komisaris Polisi Sutejo H.S. segera meredam suasana yang memanas.
Baca juga: PTPN IX kerja sama pengembangan agrowisata dan minyak asiri
Baca juga: PTPN IX-Perum Perindo tebar benur di Pemalang
"Ada solusi yang terbaik. Di sini kami hadir bersama kepala desa untuk bisa menyelesaikan masalah ini, baik secara hukum maupun secara solusi yang terbaik," kata Kapolsek didampingi Kepala Desa Bantar Zakaria Anshori.
Menurut dia, pihaknya siap untuk memroses jika permasalahan tersebut akan diselesaikan secara hukum.
Kendati demikian, dia mengatakan, masih ada cara yang lebih baik, yakni melalui musyawarah.
Setelah ketegangan mereda, para pekerja melakukan pemasangan papan peringatan di lahan hak guna usaha (HGU) yang selama ini dikuasai PTPN IX Kebun Kawung serta menanam bibit pohon di atas lahan yang telah dibuka oleh warga.
Saat ditemui wartawan, Ketua Umum FSPBUN IX TT Budiyono mengatakan, pihaknya melakukan aksi untuk mengamankan aset milik perusahaan.
"Kami sudah berkomitmen area HGU ini adalah ladang periuk nasi kami, sehingga diminta direksi atau tidak, kita hadir untuk mengamankan aset dari gangguan penjarahan yang dilakukan oleh masyarakat yang tidak bertanggung jawab," katanya.
Terkait dengan ketegangan yang terjadi, dia mengatakan masyarakat tersebut mengaku lahan tersebut merupakan tanah garapan mereka.
Menurut dia, pihaknya berusaha mereka untuk berkomunikasi dengan baik namun terjadi ketegangan.
"Alhamdulillah kita bisa saling memahami sehingga tidak berlanjut ke ranah yang tidak baik," katanya.
Ia mengatakan pihaknya sudah sepakat untuk melaporkan pendirian bagunan di lahan tersebut ke Kepolisian.
Akan tetapi jika hingga tenggang waktu yang telah disepakati tidak segera diselesaikan, kata dia, pihaknya akan datang lagi untuk merobohkan bangunan-bangunan liar tersebut termasuk patok-patok yang dipasang warga di lahan HGU itu.
Sementara itu, Kepala Desa Bantar Zakaria Anshori mengatakan pihaknya akan mengupayakan agar pemilik bangunan liar tersebut membongkar sendiri bangunannya.
Menurut dia, pihaknya juga akan membantu masyarakat untuk memperjuangkan agar tanah tersebut menjadi hak milik warga.
"Insya Allah, kami siap bekerja sama dengan baik," katanya.
Salah seorang warga yang sempat terlibat ketegangan dengan pekerja, Sugeng mengatakan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria disebutkan bahwa tanah perkebunan yang masa HGU-nya sudah habis dan tidak diperpanjang lagi, akan dijadikan sebagai tanah objek reforma agraria (TORA) untuk segera ditindaklanjuti dan diselesaikan konflik-konflik yang ada.
Menurut dia, masyarakat berani mendirikan bangunan di Blok Cikuya karena lahan tersebut sudah tidak masuk dalam HGU PTPN IX sejak tahun 2005.
"Ini berarti sudah tanah negara. Sebelum tahun 1965, ini sebenarnya sudah menjadi tempat pemukiman, tempat hunian, di sini ada sekitar 200 keluarga yang yang menghuni lahan ini. Tapi setelah tahun 1965, masyarakat diusir, lari ke Bantar, dan setelah reformasi ini memang langsung dimohonkan kembali, sampai sekarang Kementerian Keuangan maupun BUMN belum berani mengeluarkan dari aset negara karena belum ada aturan atau regulasi yang lebih konkret," katanya.
Ia mengharapkan dengan terbitnya Perpres Nomor 86 Tahun 2018, lahan tersebut menjadi hak milik masyarakat secara jelas karena sampai sekarang masih saling klaim.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Operasional Tanaman Tahunan PTPN IX Mahmudi mengatakan pihaknya ingin menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan.
"Kita sebenarnya sudah lama melakukan tumpang sari dan kita juga bisa memanen hasil dari produksi karet yang ada di situ. Hanya mungkin ada oknum yang kemudian memanfaatkan momentum atau ada provokasi juga yang kita berharap nanti happy ending, kita masih bisa bersama-sama untuk kemudian menjadikan lahan itu untuk kebermaknaan," katanya.
Menurut dia, masyarakat masih bisa melakukan tumpang sari dan pihaknya tidak terganggu untuk membangun perusahaan perkebunan karet tersebut.
Informasi yang dihimpun dari sejumlah pejabat PTPN IX Kebun Kawung, hingga saat ini proses perpanjangan HGU di Blok Cikuya masih dalam proses perpanjangan yang dilakukan oleh Direksi PT Perkebunan Nusantara IX.