Sukoharjo (ANTARA) - Menteri Agama RI Lukman Hakim menyatakan kasus diskriminasi agama di Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta yang baru-baru ini menimpa warga bernama Slamet Jumiarto sudah selesai dengan perdamaian.
"Sudah diadakan musyawarah dengan Pak Camat, Pak Lurah, dan Kadus. Selain itu juga perwakilan dari Kemenag dan Pak Slamet. Alhamdulilah semua bisa dimusyawarahkan dan ada titik temu," katanya usai mengikuti kegiatan Peringatan Isra' Mi'raj di GOR Pandawa, Solobaru, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah, Rabu.
Ia mengatakan pada hakikatnya tidak boleh ada larangan perbedaan etnis, suku, bahkan agama untuk tinggal bersama-sama di seluruh wilayah Indonesia.
"Setelah melalui dialog, pegiat masyarakat akhirnya bisa memahami ini dan mencabut ketentuan (larangan tinggal warga nonmuslim, red) ini. Bahkan kearifan masyarakat itu sendiri yang mampu menyelesaikan permasalahan. Ini hanya kesalahpahaman," katanya.
Ia mengatakan realitas keberagaman yang terjadi di Indonesia ini tidak hanya dimulai 1-2 tahun atau 10-20 tahun lalu, tetapi sudah sejak ratusan tahun yang lalu.
"Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, sangat beragam, dan selama ini tidak ada persoalan. Tidak hanya suku, etnis tetapi juga agama yang dianut. Ini jati diri kita yang beragam," katanya.
Sementara itu, untuk memastikan kondisi lebih kondusif, pihaknya sudah meminta Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Yogyakarta dan Kepala Kantor Kementerian Agama Bantul untuk ikut mengawal proses tersebut.
"Alhamdulilah semua bisa ketawa, berjiwa besar. Masyarakat setempat memberikan hak kepada pihak lain meski beda," katanya.
Untuk memastikan situasi serupa tidak terjadi di daerah lain, dikatakannya, pemerintah melalui instansi terkait terus memantau.
"Kami bersyukur ada Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Kita ambil hikmahnya, petik pelajarannya. Bukan kecolongan, mungkin karena ketidakpahaman," katanya.
Ia juga memastikan kasus tersebut tidak berhubungan dengan ideologi kelompok tertentu.
"Sama sekali tidak ada sifatnya ideologis, bahkan radikal karena ketika kami minta agar dicabut, mereka langsung mau," katanya.
Sebelumnya, Slamet bersama istri dan dua anaknya ditolak mengontrak rumah di Dusun Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, DIY hanya karena ia memeluk agama Katolik.
Akibat penolakan tersebut, Slamet mengaku trauma dan akhirnya pindah ke daerah lain.
Berita Terkait
HUT Ke-54 UIN Walisongo, Menag: Merawat kerukunan itu penting
Kamis, 4 April 2024 14:26 Wib
Pemerintah tetapkan awal Ramadhan jatuh pada Selasa 12 Maret 2024
Minggu, 10 Maret 2024 20:01 Wib
Hasil suara pilpres di TPS Ketum PBNU dan Menag mencoblos
Rabu, 14 Februari 2024 15:41 Wib
Menteri Agama sebut perbedaan pilihan politik tak perlu lagi diperdebatkan
Rabu, 14 Februari 2024 13:49 Wib
TPS tempat Ketum PBNU dan Menag mencoblos ramai didatangi pemilih
Rabu, 14 Februari 2024 9:50 Wib
Hari Pers Nasional, Menag: Terus cerahkan dan perkuat kohesi umat
Jumat, 9 Februari 2024 17:12 Wib
Rakernas 2024, Menag minta perkuat pelibatan umat dalam Program Keagamaan
Senin, 5 Februari 2024 14:19 Wib
61 persen jamaah calon haji telah periksa kesehatan
Minggu, 4 Februari 2024 8:00 Wib