Ruang thalasemia RSUD Purbalingga segera dioperasikan
Purbalingga (Antaranews Jateng) - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. R. Goeteng Taroenadibrata, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, segera mengoperasikan ruangan khusus untuk menangani penyakit thalasemia, kata Direktur RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga Nonot Mulyono.
"Ruang pelayanan thalasemia ini sebenarnya sudah ada sejak satu tahun lalu. Namun karena keterbatasan SDM (Sumber Daya Manusia), ruangan ini belum sempat dimanfaatkan," katanya di Purbalingga, Selasa.
Kendati demikian, dia mengatakan ruangan penanganan penyakit thalasemia RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata akan segera dioperasikan karena saat sekarang pihaknya telah menyiapkan dua perawat khusus untuk ruangan tersebut.
Ia mengakui sebelum adanya ruangan khusus tersebut, layanan transfusi darah rutin bagi penderita thalasemia dilakukan di ruang rawat inap maupun Instalasi Gawat Darurat.
Salah seorang pegiat Perhimpunan Orangtua Penderita Thalassemia Indonesia (POPTI) Kabupaten Purbalingga, Ardian Budi Kusuma mengatakan penyakit thalasemia biasanya diketahui sejak masih anak-anak.
"Upaya skrining saat pranikah sangat penting dilakukan untuk memutus rantai penurunan pembawa sifat thalasemia," kata dia yang juga dokter spesialis anak.
Menurut dia, kemungkinan penurunan gen thalasemia dapat dilihat berdasarkan probabilitas.
Dalam hal ini, kata dia, skema penurunan thalasemia pada anak dapat terjadi jika salah satu dari orang tua membawa sifat thalasemia sehingga kemungkinan anak tersebut 50 persen normal dan 50 persen pembawa sifat.
Selain itu, jika kedua orang tua membawa sifat thalasemia, kemungkinan anak tersebut 25 persen normal, 50 persen pembawa sifat, dan 25 persen thalasemia mayor.
Lebih lanjut, dia mengatakan jumlah penderita thalasemia di Purbalingga tergolong tinggi karena mencapai kisaran 70 orang.
"Oleh karena itu, kami dari POPTI juga berkepentingan untuk menyosialisasikan kepada masyarakat terkait pentingnya skrining ini," katanya.
Terkait dengan pelayanan di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata, dia mengatakan penyediaan ruangan khusus penanganan penyakit thalasemia merupakan suatu kemajuan.
Menurut dia, pelayanan terbaik bagi penderita thalasemia berupa "One Day Genetic and Rare Diseases (GARD)" atau pelayanan khusus yang cepat tanpa antre.
"Di sekitar sini, 'One Day GARD' baru ada di Banyumas. Namun karena pertimbangan jarak, umumnya yang di sini enggan ke sana," katanya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi mengatakan penyebaran penyakit thalasemia pada dasarnya dapat dicegah.
Terkait dengan hal itu, dia meminta Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga dan RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata melakukan sosialisasi tentang penyakit thalasemia.
"Sosialisasi perlu dilakukan agar masyarakat mau mendeteksi dini dengan skrining pranikah seperti halnya HIV. Hal ini sebagai salah satu upaya preventif guna mengeliminasi penyakit thalasemia," katanya.
"Ruang pelayanan thalasemia ini sebenarnya sudah ada sejak satu tahun lalu. Namun karena keterbatasan SDM (Sumber Daya Manusia), ruangan ini belum sempat dimanfaatkan," katanya di Purbalingga, Selasa.
Kendati demikian, dia mengatakan ruangan penanganan penyakit thalasemia RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata akan segera dioperasikan karena saat sekarang pihaknya telah menyiapkan dua perawat khusus untuk ruangan tersebut.
Ia mengakui sebelum adanya ruangan khusus tersebut, layanan transfusi darah rutin bagi penderita thalasemia dilakukan di ruang rawat inap maupun Instalasi Gawat Darurat.
Salah seorang pegiat Perhimpunan Orangtua Penderita Thalassemia Indonesia (POPTI) Kabupaten Purbalingga, Ardian Budi Kusuma mengatakan penyakit thalasemia biasanya diketahui sejak masih anak-anak.
"Upaya skrining saat pranikah sangat penting dilakukan untuk memutus rantai penurunan pembawa sifat thalasemia," kata dia yang juga dokter spesialis anak.
Menurut dia, kemungkinan penurunan gen thalasemia dapat dilihat berdasarkan probabilitas.
Dalam hal ini, kata dia, skema penurunan thalasemia pada anak dapat terjadi jika salah satu dari orang tua membawa sifat thalasemia sehingga kemungkinan anak tersebut 50 persen normal dan 50 persen pembawa sifat.
Selain itu, jika kedua orang tua membawa sifat thalasemia, kemungkinan anak tersebut 25 persen normal, 50 persen pembawa sifat, dan 25 persen thalasemia mayor.
Lebih lanjut, dia mengatakan jumlah penderita thalasemia di Purbalingga tergolong tinggi karena mencapai kisaran 70 orang.
"Oleh karena itu, kami dari POPTI juga berkepentingan untuk menyosialisasikan kepada masyarakat terkait pentingnya skrining ini," katanya.
Terkait dengan pelayanan di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata, dia mengatakan penyediaan ruangan khusus penanganan penyakit thalasemia merupakan suatu kemajuan.
Menurut dia, pelayanan terbaik bagi penderita thalasemia berupa "One Day Genetic and Rare Diseases (GARD)" atau pelayanan khusus yang cepat tanpa antre.
"Di sekitar sini, 'One Day GARD' baru ada di Banyumas. Namun karena pertimbangan jarak, umumnya yang di sini enggan ke sana," katanya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi mengatakan penyebaran penyakit thalasemia pada dasarnya dapat dicegah.
Terkait dengan hal itu, dia meminta Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga dan RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata melakukan sosialisasi tentang penyakit thalasemia.
"Sosialisasi perlu dilakukan agar masyarakat mau mendeteksi dini dengan skrining pranikah seperti halnya HIV. Hal ini sebagai salah satu upaya preventif guna mengeliminasi penyakit thalasemia," katanya.