Semarang (Antaranews Jateng) - Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengapresiasi rencana pemerintah yang akan mengambil sejumlah langkah untuk mengatasi pelemahan kurs seperti disampaikan Presiden Joko Widodo.
Menurut Yaqut dalam siaran pers yang diterima di Semarang, Kamis, sebenarnya pelemahan nilai tukar rupiah sudah diprediksi sebelumnya dengan melihat ekspektasi pasar terhadap kenaikan bunga acuan bank sentral AS, Fed Fund Rate (FFR) yang naik beberapa kali, termasuk adanya permasalahan perang dagang AS dan Tiongkok.
Akan tetapi, menurut Gus Yaqut -- demikian ia biasa disapa -, pelemahan rupiah terkesan kurang diantisipasi pemerintah.
Oleh karena itu, katanya, pemerintah harus memberi perhatian ekstra terhadap terpuruknya rupiah dan segera mengambil langkah-langkah penanganannya secara tepat dan mencari solusi yang benar-benar solutif.
GP Ansor, katanya, melihat secara ekonomi internasional ada tiga hal yang harus menjadi landasan pemerintah dalam mencari solusi atas krisis ini.
Pertama, industrializing industry, yakni industri yang melahirkan industri lagi seperti membuat mesin, teknologi informasi. Artinya, jangan hanya fokus pada industri yang membuat produk habis pakai saja.
Kedua, adalah export promotion. Industri-industri unggulan dan produk-produk unggulan harus menjadi prioritas untuk diekspor. “Bahkan dilakukan promosi besar-besar terhadap produk yang laku dan layak dijual di luar negeri," imbuh Gus Yaqut.
Yang ketiga, adalah import substitution. “Lakukan pemetaan mana produk-produk impor yang bisa disubstitusi, mana yang tidak bisa dengan melihat kapasitas industrinya. Dulu, misalnya, menjual pesawat Nurtanio untuk ditukar dengan beras. Terhadap produk seperti ini kalau perlu pemerintah kasih insentif. Tapi jika belum bisa disubstitusi, maka harus mempertimbangkan substitusi impornya dalam konteks global supply chain," terangnya.
Yang juga penting dilakukan, menurut dia, pemerintah harus memikirkan skenario terburuk agar situasi terburuk tidak terjadi. Maksudnya, katanya, jangan hanya berpikir sebatas pada pelemahan rupiah. Ia memberi contoh, Tunisia sebelum krisis pada 2011 dinilai sebagai negara paling kompetitif di Afrika oleh WEF (World Economic Forum).
Menurut IMF, Tunisia disebut sebagai contoh paling baik yang perlu ditiru sebagai negara paling aman di Afrika untuk investasi sehingga tidak termasuk negara gagal versi Failed State Index, di mana saat itu Tiongkok dan Indonesia yang statusnya justru dinilai sudah bahaya.
"Akan tetapi, semua itu ternyata hanya asumsi saja. Tunisia ternyata menjadi negara pertama yang terlibas Arab Spring. Setelah Tunisia kemudian Mesir yang dalam kondisi baik-baik saja. Sebab itu harus waspada terhadap kemungkinan adanya ‘penumpang gelap’. Misalnya gerakan politik yang menawarkan ide khilafah sebagai solusi mengatasi krisis. Kondisi Tunisia ini mirip dengan Indonesia yang belakangan marak dengan kelompok yang menawarkan ide khilafah. Mesir di era Hosni Mubarak ada gerakan Kefaya, mirip dengan gerakan Jokowi Cukup Satu Periode atau #2019GantiPresiden,” katanya.
Ia menegaskan yang harus diselesaikan adalah masalah ekonomi dulu daripada menjaga citra pemerintah saja.
“Saya lihat di media sosial banyak narasi yang kontraproduktif dari netizen. Misalnya, membandingkan kondisi pelemahan kurs saat ini dengan kondisi pemerintahan sebelumnya. Ini justru tidak menguntungkan pemerintah. Atau imbauan-imbauan 'Bantu pemerintah demi rupiah, tunda jalan-jalan ke luar negeri, beli produk lokal, tunda beli barang-barang mewah, pakai transportasi publik, dan lainnya',” ujarnya.
Menurut Gus Yaqut, sudah semestinya tugas mengatasi gejolak rupiah itu pemerintah. Rakyat hanya membantu. "Jangan jadikan rakyat yang hanya bersifat membantu kemudian menjadi aktor utama dalam penyelesaian pelemahan rupiah," katanya.
“Oke, rakyat akan melakukan imbauan tersebut, tapi pemerintah juga harus menunjukkan langkah konkret mengatasi masalah ini. Pemerintah juga harus merangkul semua eleman bangsa untuk bersama diajak mencari solusi dari krisis ini," cetus Gus Yaqut.
Gus Yaqut mengatakan rakyat menunggu langkah konkret pemerintah dalam mencari solusi atas anjloknya rupiah karena dampaknya sangat besar.
Ia tidak bisa membayangkan jika rupiah sampai melompat ke angka Rp 20.000. Saat ini saja dunia usaha dan rakyat sudah berat. Harga-harga pasti akan naik. Harga produk berbahan baku impor juga melambung.
“Tempe mahal karena kedelainya diimpor. Beras, garam juga impor," katanya.
Pada penutupan pasar perdagangan valas Rabu (5/9), rupiah berada di level Rp14.930. Bahkan hari ini, kurs jual dolar AS di beberapa bank besar sudah menyentuh angka Rp15.000.
Berita Terkait
Gus Huda : Demokrasi adalah jalan capai kebenaran
Senin, 25 Maret 2024 11:51 Wib
Pesan Gus Mus ke warga NU saat pencoblosan
Rabu, 14 Februari 2024 15:22 Wib
Gus Miftah sebut sejarah pemimpin besar dikawal wali dan kiai
Rabu, 29 November 2023 14:12 Wib
Menag serahan 98.972 SK Inpassing di Hari Guru 2023
Sabtu, 25 November 2023 7:23 Wib
Mahasiswa UIN Gus Dur Pekalongan belajar jurnalistik di ANTARA Biro Jateng
Selasa, 14 November 2023 5:46 Wib
Sowan Gus Yusuf, SKI konsolidasi dukungan Anies-Muhaimin
Sabtu, 7 Oktober 2023 1:15 Wib
GP Ansor: Ajakan Menag agar masyarakat cerdas pilih capres sangat edukatif dan positif
Senin, 2 Oktober 2023 9:00 Wib
KUPI Corner Walisongo gelar "Gus Dur Memorial Lecture"
Kamis, 31 Agustus 2023 14:26 Wib