BUMN Hadir - Dua "motivator" semangati peserta SMN raih sukses
Semarang (Antaranews Jateng) - Dua "motivator" dihadirkan dalam bedah buku "Cerita Nusantara Kami - Catatan Peserta Siswa Mengenal Nusantara (SMN) 2017" untuk menyemangati peserta SMN 2018 supaya optimistis meraih kesuksesan.
Kedua "motivator" itu, yakni Shinta Ardani yang berprofesi sebagai pembawa acara (MC) dan Nur Istibsaroh yang merupakan pewarta senior Antara dalam bedah buku setebal 424 halaman yang berlangsung di Stasiun Tawang Kota Semarang, Rabu.
Bedah buku tersebut merupakan serangkaian kegiatan yang diikuti 23 pelajar asal Kalimantan Barat, termasuk tiga siswa difabel, yang dipandu oleh Kepala Perum LKBN Antara Biro Jateng Achmad Zaenal M.
Beberapa catatan peserta SMN 2017 ditampilkan, seperti dari Monika Alfiani, pelajar SMA Negeri 4 Wangi-Wangi, Sulawesi Tenggara yang berkesempatan melakukan pertukaran pelajar di Jawa Timur pada 2017.
"Sarat pelajaran - Cintailah suatu pekerjaan sebelum kamu memulai untuk mengerjakannya dan jangan pernah putus asa..., kata pemilik pabrik sarung di Malang, " demikian sepenggal catatannya di halaman 348.
Program SMN merupakan kegiatan pertukaran pelajar di Indonesia yang diinisiasi oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan difasilitasi seluruh BUMN yang memiliki wilayah kerja di 34 provinsi.
Pada tahun ini, PT KAI ditunjuk sebagai koordinator kegiatan SMN di Jateng bersama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, PT Kawasan Industri Wijayakusuma, dan Perum Perhutani.
Shinta Ardani, yang mengawali profesi sebagai jurnalis menceritakan kehidupannya semasa kecilnya yang berat sebagai anak petani yang untuk membeli sepatu hitam pun tidak bisa, padahal sekolah mewajibkan.
"Sebagai petani, orang tua saya tidak bisa membelikan sepatu hitam. Teman-teman lain bisa pakai sepatu hitam, tetapi saya hanya bisa pakai sepatu adanya, warnanya coklat," kenangnya ketika bersekolah dulu.
Meski dari keluarga tidak mampu, Shinta menceritakan orang tuanya tidak pernah memberikan virus lemah, tetapi terus menyemangati anak-anaknya dengan apa yang dimiliki hingga dirinya termotivasi sampai sekarang.
Demikian pula pewarta senior Antara Nur Istibsaroh yang juga anak petani di daerah pinggiran di Blora, Jateng, yang semasa kecil hampir tidak bisa merasakan makan daging ayam, kecuali ada acara kenduri dan syukuran.
"Kedua orang tua saya petani tulen. Ya, hanya mengandalkan dari bertani. Orang tua selalu mengajari saya untuk tidak mudah mengeluh, bersedih, dan berkecil hati dengan kondisi yang dialami," katanya.
Dengan bekal itu, Istib bersama kedua saudaranya yang sama-sama perempuan berhasil menamatkan pendidikan tinggi hingga mendapatkan gelar sarjana, bahkan dirinya meraih gelar magister.
Selain merupakan siswa berprestasi, peserta yang terpilih mengikuti program SMN juga disyaratkan berasal dari keluarga tidak mampu secara ekonomi, seperti Demitrius (17) dari SMAN 1 Kayan Hilir, Kalbar.
Remaja kelahiran Merahau Sintang, 9 November 2001 itu juga merupakan anak seorang petani sehingga perjalanan hidupnya hampir memiliki kesamaan dengan dua "motivator" yang dihadirkan dalam bedah buku itu.
"Sama sedikit, kebetulan orang tua saya juga petani. Dari apa yang disampaikan kedua mbaknya tadi, saya termotivasi untuk terus berusaha dan tidak mudah menyerah," kata anak pasangan Jeragan dan Sory itu.
Demitrius mengungkapkan cita-cita mulianya untuk menjadi guru yang akan terus diperjuangkannya hingga berhasil, sebab ingin berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya di daerahnya.
Kedua "motivator" itu, yakni Shinta Ardani yang berprofesi sebagai pembawa acara (MC) dan Nur Istibsaroh yang merupakan pewarta senior Antara dalam bedah buku setebal 424 halaman yang berlangsung di Stasiun Tawang Kota Semarang, Rabu.
Bedah buku tersebut merupakan serangkaian kegiatan yang diikuti 23 pelajar asal Kalimantan Barat, termasuk tiga siswa difabel, yang dipandu oleh Kepala Perum LKBN Antara Biro Jateng Achmad Zaenal M.
Beberapa catatan peserta SMN 2017 ditampilkan, seperti dari Monika Alfiani, pelajar SMA Negeri 4 Wangi-Wangi, Sulawesi Tenggara yang berkesempatan melakukan pertukaran pelajar di Jawa Timur pada 2017.
"Sarat pelajaran - Cintailah suatu pekerjaan sebelum kamu memulai untuk mengerjakannya dan jangan pernah putus asa..., kata pemilik pabrik sarung di Malang, " demikian sepenggal catatannya di halaman 348.
Program SMN merupakan kegiatan pertukaran pelajar di Indonesia yang diinisiasi oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan difasilitasi seluruh BUMN yang memiliki wilayah kerja di 34 provinsi.
Pada tahun ini, PT KAI ditunjuk sebagai koordinator kegiatan SMN di Jateng bersama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, PT Kawasan Industri Wijayakusuma, dan Perum Perhutani.
Shinta Ardani, yang mengawali profesi sebagai jurnalis menceritakan kehidupannya semasa kecilnya yang berat sebagai anak petani yang untuk membeli sepatu hitam pun tidak bisa, padahal sekolah mewajibkan.
"Sebagai petani, orang tua saya tidak bisa membelikan sepatu hitam. Teman-teman lain bisa pakai sepatu hitam, tetapi saya hanya bisa pakai sepatu adanya, warnanya coklat," kenangnya ketika bersekolah dulu.
Meski dari keluarga tidak mampu, Shinta menceritakan orang tuanya tidak pernah memberikan virus lemah, tetapi terus menyemangati anak-anaknya dengan apa yang dimiliki hingga dirinya termotivasi sampai sekarang.
Demikian pula pewarta senior Antara Nur Istibsaroh yang juga anak petani di daerah pinggiran di Blora, Jateng, yang semasa kecil hampir tidak bisa merasakan makan daging ayam, kecuali ada acara kenduri dan syukuran.
"Kedua orang tua saya petani tulen. Ya, hanya mengandalkan dari bertani. Orang tua selalu mengajari saya untuk tidak mudah mengeluh, bersedih, dan berkecil hati dengan kondisi yang dialami," katanya.
Dengan bekal itu, Istib bersama kedua saudaranya yang sama-sama perempuan berhasil menamatkan pendidikan tinggi hingga mendapatkan gelar sarjana, bahkan dirinya meraih gelar magister.
Selain merupakan siswa berprestasi, peserta yang terpilih mengikuti program SMN juga disyaratkan berasal dari keluarga tidak mampu secara ekonomi, seperti Demitrius (17) dari SMAN 1 Kayan Hilir, Kalbar.
Remaja kelahiran Merahau Sintang, 9 November 2001 itu juga merupakan anak seorang petani sehingga perjalanan hidupnya hampir memiliki kesamaan dengan dua "motivator" yang dihadirkan dalam bedah buku itu.
"Sama sedikit, kebetulan orang tua saya juga petani. Dari apa yang disampaikan kedua mbaknya tadi, saya termotivasi untuk terus berusaha dan tidak mudah menyerah," kata anak pasangan Jeragan dan Sory itu.
Demitrius mengungkapkan cita-cita mulianya untuk menjadi guru yang akan terus diperjuangkannya hingga berhasil, sebab ingin berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya di daerahnya.