Jepara (Antaranews Jateng) - Guru wiyata bakti di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, berencana menggelar aksi demo yang bakal diikuti seribuan orang untuk menuntut pembayaran honor yang belum terbayarkan sejak enam bulan terakhir.
Ketua Forum Komunikasi Guru Tidak Tetap (GTT), Achmad Choirun Nasir di Jepara, Jumat, menyatakan aksi demo bakal digelar 2 Juli 2018 yang diikuti 1.000-an guru wiyata bakti di Kabupaten Jepara.
Sebelum digelar unjuk rasa, guru wiyata bakti dari masing-masing kecamatan bakal melakukan aksi jalan kaki menuju Kabupaten Jepara.
Dalam aksi longmars tersebut, katanya, setiap kecamatan diwakili 10 GTT menuju Alun-alun Jepara yang dimulai dari tiga titik.
Ketiga titik tersebut, yakni dari Pertapaan Ratu Kalinyamat di Sonder, Desa Tulakan, Kecamatan Donorojo, dari Komplek Makam Mantingan dan Komplek Ari-ari Kartini di Kecamatan Mayong.
"Kami perkirakan, pada Minggu (1/7) sore semua peserta longmars sudah sampai di Alun-alun Jepara," ujarnya.
Selanjutnya, pada Senin (2/7) pagi akan digelar demo besar-besaran untuk menuntut pembayaran honor guru maupun pegawai honorer yang berada di lembaga pendidikan di Jepara.
Selain belum dibayarkan sejak enam bulan lalu, kata dia, para guru wiyata bakti juga belum mengetahui nominalnya, meskipun tahun lalu per bulan mendapatkan Rp500 ribu per orang.
"Kami tentu sangat menantikan honor tersebut karena beban kerjanya juga tidak berbeda jauh dengan guru yang berstatus aparatur sipil neara (ASN)," ujarnya.
Jika tahun sebelumnya terdapat sejumlah sekolah yang memberikan tambahan untuk guru wiyata bakti, kata dia, saat ini ada yang dihapuskan karena berbagai alasan.
"Kalaupaun ada guru yang masih mendapatkan tambahan honor dari sekolah, ketika anggaran untuk guru wiyata bakti dari Pemkab Jepara cair informasinya diminta mengembalikan," ujarnya.
Ia meminta pertanggungjawaban dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Jepara atas permasalahan yang dialami para guru.
Tuntuan lain yang akan disampaikan pada aksi Senin (2/7), yakni revisi Peraturan Bupati No. 29/2018 yang dinilai memberatkan guru wiyata bakti.
Adapun tuntutan lainnya, yakni menghentikan diskriminasi terhadap guru wiyata bakti, mengingat perlakuan dari atasan yang membuat guru wiyata bakti tidak merasakan kenyamanan dalam melaksanakan tugas pengabdian.
Padahal, kata dia, tugas guru wiyata bakti sama seperti PNS, namun kesejahteraanya terabaikan.
"Mereka mengisi kekosongan ASN, yang mana rata-rata setiap sekolah hanya ada dua hingga tiga ASN," ujarnya.
Seharusnya, kata dia, pemerintah berterima kasih kepada mereka bukannya menyengsarakan.