Keluarga berperan dalam menangkal radikalisme
Purwokerto (Antaranews Jateng) - Keluarga memiliki peran strategis dalam menangkal dan membentengi anak dari paham radikalisme, kata Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah IAIN Purwokerto Muridan.
"Peran keluarga dalam membendung radikalisme dan terorisme dengan sedini mungkin mengajarkan pendidikan karakter dan membangkitkan fitrah positif anak," katanya di Purwokerto, Kamis.
Orang tua, kata dia, harus mengajarkan anak agar jadi karakter yang penyayang bukan karakter pembenci.
"Fitrah menyayangi bukan membenci, fitrah berbagi bukan meminta, fitrah saling berbagi bukan individualis. Membangkitkan fitrah sabar daripada fitrah marah, fitrah berbaik hati hati bukan menyakiti, dan bangkitkan fitrah kerja keras bukan pengeluh," katanya.
Dia menambahkan, orang tua dapat mengawal perkembangan anak agar mampu menjadi pribadi yang komunikatif dan pandai bermasyarakat. Sekaligus pribadi yang terbuka, toleran, dan adil.
"Secara psikologis orang tua memiliki peran strategis dalam membangun jiwa anak yang religius, periang, dan gembira," katanya.
Untuk memperkuat pendidikan karakter pada anak, kata dia, perlu mengedepankan pendidikan yang mengembangkan ideologi yang moderat dan humanis.
"Radikalisme di antaranya beranjak dari ideologi yang kaku dan fundamental," katanya.
Dia juga menambahkan, selain keluarga, lingkungan sekitar juga memiliki peran dalam pembentukan karakter generasi muda.
"Karena itu, lingkungan harus juga memaparkan hal yang humanis, saling menolong, gotong royong, dan mengikis rasa individualisme," katanya.
Untuk mewujudkan hal tersebut, kata dia, perlu melibatkan seluruh pihak.
"Lingkungan harus melibatkan seluruh elemen dalam kegiatan kemasyarakatan, jangan sampai ada yang merasa terasingkan di dalam masyarakat, merasa tak berguna, merasa terasingkan dan lain sebagainya," katanya.
"Peran keluarga dalam membendung radikalisme dan terorisme dengan sedini mungkin mengajarkan pendidikan karakter dan membangkitkan fitrah positif anak," katanya di Purwokerto, Kamis.
Orang tua, kata dia, harus mengajarkan anak agar jadi karakter yang penyayang bukan karakter pembenci.
"Fitrah menyayangi bukan membenci, fitrah berbagi bukan meminta, fitrah saling berbagi bukan individualis. Membangkitkan fitrah sabar daripada fitrah marah, fitrah berbaik hati hati bukan menyakiti, dan bangkitkan fitrah kerja keras bukan pengeluh," katanya.
Dia menambahkan, orang tua dapat mengawal perkembangan anak agar mampu menjadi pribadi yang komunikatif dan pandai bermasyarakat. Sekaligus pribadi yang terbuka, toleran, dan adil.
"Secara psikologis orang tua memiliki peran strategis dalam membangun jiwa anak yang religius, periang, dan gembira," katanya.
Untuk memperkuat pendidikan karakter pada anak, kata dia, perlu mengedepankan pendidikan yang mengembangkan ideologi yang moderat dan humanis.
"Radikalisme di antaranya beranjak dari ideologi yang kaku dan fundamental," katanya.
Dia juga menambahkan, selain keluarga, lingkungan sekitar juga memiliki peran dalam pembentukan karakter generasi muda.
"Karena itu, lingkungan harus juga memaparkan hal yang humanis, saling menolong, gotong royong, dan mengikis rasa individualisme," katanya.
Untuk mewujudkan hal tersebut, kata dia, perlu melibatkan seluruh pihak.
"Lingkungan harus melibatkan seluruh elemen dalam kegiatan kemasyarakatan, jangan sampai ada yang merasa terasingkan di dalam masyarakat, merasa tak berguna, merasa terasingkan dan lain sebagainya," katanya.