Wali Kota: Masyarakat jangan mau parkir sembarangan
Semarang (Antaranews Jateng) - Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi meminta masyarakat meningkatkan kesadaran dengan tidak parkir sembarangan, apalagi di titik larangan parkir meski ada juru parkirnya.
"Soal parkir liar, sebenarnya kembali kepada masyarakatnya. Banyak orang bicara soal parkir liar, tetapi kok yo ono orang parkir di situ? Kok, mau ditarik Rp5.000,00 (di luar tarif resmi, red.)," kata Hendrar Prihadi di Semarang, Selasa.
Hal tersebut diungkapkan Hendi, sapaan akrab Hendrar Prihadi, usai peluncuran Koridor VII Bus Rapid Transit (BRT) Transsemarang, menanggapi keluhan terhadap parkir liar yang sering membuat macet.
Politikus PDI Perjuangan itu mempertanyakan kesadaran warga yang mau parkir di titik larangan, padahal sudah jelas ada rambu lalu lintas dilarang parkir dan ditarik pungutan oleh juru parkir liar.
"Ya, sesuai dengan hukum ekonomi. Ketika ada juru parkir liar, kemudian ada orang mau parkir. Kalau saja warga tidak mau parkir karena terdapat rambu 'Stop' yang dicoret, juru parkir tidak akan dapat apa-apa," katanya.
Hendi menegaskan bahwa selama ini Pemerintah Kota Semarang sudah beberapa kali menertibkan titik-titik parkir liar yang ada di berbagai wilayah, tetapi tidak efektif jika tidak diiringi dengan kesadaran masyarakat.
"Sudah ditindak tegas, tetapi, ya, kembali lagi kepada masyarakat. Di situ 'kan banyak potensi duitnya, akhirnya kembali (muncul, red.) lagi. Nanti, kalau ditarik Rp5.000,00 s.d. Rp10.000,00 protes meneh ke pemerintah," kata Hendi.
Artinya, kata Hendi, masyarakat harus mulai sadar untuk tertib dalam berlalu lintas, termasuk parkir, sebab selama ini seperti di kawasan Simpang Lima penuh dengan parkir sepeda motor di bahu-bahu jalan.
"Pokoknya, mulai malam Minggu, apalagi malam hari, di Simpang Lima isinya motor semua. Kenapa sih tinggal jalan 30 meter masuk ke tempat parkir yang sudah disediakan, kok, susah," ucap Hendi.
Demikian juga di sepanjang Jalan Depok yang kerap kali terjadi kemacetan karena parkir bisa sampai dua lapis yang sebenarnya menandakan belum semua warga sadar untuk menaati aturan lalu lintas.
"Cari gampangnya saja. Nanti, kalau sudah macet, pemerintah yang dituding enggak becus mengatur lalu lintas dan sebagainya. La, bagaimana? Yang parkir warga Semarang sendiri," kata Hendi.
Mengenai keterbatasan kantong parkir yang tersedia, Hendi menepisnya sebab masih banyak pertokoan, mal, hingga lahan kosong di kawasan pusat bisnis yang bisa dipakai sebagai lahan parkir.
"Di kawasan Simpang Lima, misalnya, masih banyak (kantong parkir, red.). Mulai pertokoan di sepanjang Simpang Lima hingga mal, seperti Mal Ciputra dan Ace Hardware," kata Hendi.
"Soal parkir liar, sebenarnya kembali kepada masyarakatnya. Banyak orang bicara soal parkir liar, tetapi kok yo ono orang parkir di situ? Kok, mau ditarik Rp5.000,00 (di luar tarif resmi, red.)," kata Hendrar Prihadi di Semarang, Selasa.
Hal tersebut diungkapkan Hendi, sapaan akrab Hendrar Prihadi, usai peluncuran Koridor VII Bus Rapid Transit (BRT) Transsemarang, menanggapi keluhan terhadap parkir liar yang sering membuat macet.
Politikus PDI Perjuangan itu mempertanyakan kesadaran warga yang mau parkir di titik larangan, padahal sudah jelas ada rambu lalu lintas dilarang parkir dan ditarik pungutan oleh juru parkir liar.
"Ya, sesuai dengan hukum ekonomi. Ketika ada juru parkir liar, kemudian ada orang mau parkir. Kalau saja warga tidak mau parkir karena terdapat rambu 'Stop' yang dicoret, juru parkir tidak akan dapat apa-apa," katanya.
Hendi menegaskan bahwa selama ini Pemerintah Kota Semarang sudah beberapa kali menertibkan titik-titik parkir liar yang ada di berbagai wilayah, tetapi tidak efektif jika tidak diiringi dengan kesadaran masyarakat.
"Sudah ditindak tegas, tetapi, ya, kembali lagi kepada masyarakat. Di situ 'kan banyak potensi duitnya, akhirnya kembali (muncul, red.) lagi. Nanti, kalau ditarik Rp5.000,00 s.d. Rp10.000,00 protes meneh ke pemerintah," kata Hendi.
Artinya, kata Hendi, masyarakat harus mulai sadar untuk tertib dalam berlalu lintas, termasuk parkir, sebab selama ini seperti di kawasan Simpang Lima penuh dengan parkir sepeda motor di bahu-bahu jalan.
"Pokoknya, mulai malam Minggu, apalagi malam hari, di Simpang Lima isinya motor semua. Kenapa sih tinggal jalan 30 meter masuk ke tempat parkir yang sudah disediakan, kok, susah," ucap Hendi.
Demikian juga di sepanjang Jalan Depok yang kerap kali terjadi kemacetan karena parkir bisa sampai dua lapis yang sebenarnya menandakan belum semua warga sadar untuk menaati aturan lalu lintas.
"Cari gampangnya saja. Nanti, kalau sudah macet, pemerintah yang dituding enggak becus mengatur lalu lintas dan sebagainya. La, bagaimana? Yang parkir warga Semarang sendiri," kata Hendi.
Mengenai keterbatasan kantong parkir yang tersedia, Hendi menepisnya sebab masih banyak pertokoan, mal, hingga lahan kosong di kawasan pusat bisnis yang bisa dipakai sebagai lahan parkir.
"Di kawasan Simpang Lima, misalnya, masih banyak (kantong parkir, red.). Mulai pertokoan di sepanjang Simpang Lima hingga mal, seperti Mal Ciputra dan Ace Hardware," kata Hendi.