Bambang Sadono: Regulasi TKA harus dibicarakan lagi
Semarang (Antaranews Jateng) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Jawa Tengah Bambang Sadono meminta regulasi yang mengatur tentang tenaga kerja asing (TKA) harus dibicarakan lagi.
"Memang sudah ada Peraturan Presiden-nya (Perpres), tetapi kan masih menjadi perdebatan, karena ada yang menganggap merugikan tenaga kerja Indonesia," katanya di Semarang, Rabu.
Namun, kata dia, ada pula yang berpendapat keberadaan Perpres Nomor 20/2018 tentang TKA itu justru memberikan hukum yang jelas untuk mengatur masuknya TKA ke Indonesia.
"Mereka berpendapat Perpes ini sebagai suatu kepastian hukum. Ada aturan yang jelas, ada sanksi jelas bagi yang melanggar, daripada tidak diatur," katanya.
Hal tersebut diungkapkannya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan masyarakat bertema "Arah dan Tahapan Pembangunan Bidang Pemerataan Pembangunan" di Kantor DPD Jateng, Semarang.
Mantan Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) itu mengatakan kalangan yang pro dan kontra terhadap Perpres TKA itu harus duduk untuk berdialog kembali.
"Menurut saya, harus diperdebatkan kembali sampai ketemu titik tengahnya di mana. Jangan menolak begitu saja TKA, tetapi jangan juga menerima begitu saja TKA masuk ke Indonesia," katanya.
Ia menjelaskan Indonesia pernah punya pengalaman dengan investasi yang ditanamkan besar-besaran, seperti Jepang yang pernah mengawali, kemudian dengan Singapura, dan Eropa.
"Namun, mereka ini tidak punya problem tenaga kerja sehingga hanya tenaga-tenaga ahlinya saja yang dikirim ke sini. Berbeda dengan China (Tiongkok)," katanya.
Diakuinya, investasi Tiongkok sekarang ini sedang tinggi-tingginya yang sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di negara-negara lainnya.
"China ini punya problem tenaga kerja di negaranya. Jadi, wajar saja kalau mereka ingin mengirim tenaga kerjanya. Namun, Indonesia juga tidak boleh begitu saja menerima," katanya.
Pemerintah, kata dia, harus cermat dalam berunding mengenai investasi dari Tiongkok, sebab jangan sampai masyarakat Indonesia kehilangan kesempatan untuk bekerja.
Artinya, kata Bambang, investasi dari Tiongkok atau negara lain bisa tetap berjalan baik di Indonesia, tetapi tenaga kerja Indonesia harus tetap terlindungi.
"Kesimpulannya, kalau ada investasi tetapi malah tidak bermanfaat untuk Indonesia, apa gunanya? Namun, tidak boleh kemudian menolak begitu saja TKA karena tidak mungkin," katanya.
Solusinya, kata dia, regulasi mengenai TKA harus dibicarakan lagi secara cermat untuk mencari jalan tengah agar investasi tetap jalan, tetapi memberikan manfaat besar bagi tenaga kerja Indonesia. Budi Suyanto
"Memang sudah ada Peraturan Presiden-nya (Perpres), tetapi kan masih menjadi perdebatan, karena ada yang menganggap merugikan tenaga kerja Indonesia," katanya di Semarang, Rabu.
Namun, kata dia, ada pula yang berpendapat keberadaan Perpres Nomor 20/2018 tentang TKA itu justru memberikan hukum yang jelas untuk mengatur masuknya TKA ke Indonesia.
"Mereka berpendapat Perpes ini sebagai suatu kepastian hukum. Ada aturan yang jelas, ada sanksi jelas bagi yang melanggar, daripada tidak diatur," katanya.
Hal tersebut diungkapkannya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan masyarakat bertema "Arah dan Tahapan Pembangunan Bidang Pemerataan Pembangunan" di Kantor DPD Jateng, Semarang.
Mantan Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) itu mengatakan kalangan yang pro dan kontra terhadap Perpres TKA itu harus duduk untuk berdialog kembali.
"Menurut saya, harus diperdebatkan kembali sampai ketemu titik tengahnya di mana. Jangan menolak begitu saja TKA, tetapi jangan juga menerima begitu saja TKA masuk ke Indonesia," katanya.
Ia menjelaskan Indonesia pernah punya pengalaman dengan investasi yang ditanamkan besar-besaran, seperti Jepang yang pernah mengawali, kemudian dengan Singapura, dan Eropa.
"Namun, mereka ini tidak punya problem tenaga kerja sehingga hanya tenaga-tenaga ahlinya saja yang dikirim ke sini. Berbeda dengan China (Tiongkok)," katanya.
Diakuinya, investasi Tiongkok sekarang ini sedang tinggi-tingginya yang sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di negara-negara lainnya.
"China ini punya problem tenaga kerja di negaranya. Jadi, wajar saja kalau mereka ingin mengirim tenaga kerjanya. Namun, Indonesia juga tidak boleh begitu saja menerima," katanya.
Pemerintah, kata dia, harus cermat dalam berunding mengenai investasi dari Tiongkok, sebab jangan sampai masyarakat Indonesia kehilangan kesempatan untuk bekerja.
Artinya, kata Bambang, investasi dari Tiongkok atau negara lain bisa tetap berjalan baik di Indonesia, tetapi tenaga kerja Indonesia harus tetap terlindungi.
"Kesimpulannya, kalau ada investasi tetapi malah tidak bermanfaat untuk Indonesia, apa gunanya? Namun, tidak boleh kemudian menolak begitu saja TKA karena tidak mungkin," katanya.
Solusinya, kata dia, regulasi mengenai TKA harus dibicarakan lagi secara cermat untuk mencari jalan tengah agar investasi tetap jalan, tetapi memberikan manfaat besar bagi tenaga kerja Indonesia. Budi Suyanto