Petani garam harapkan Kadin suarakan pengetatan impor
Rembang (Antaranews Jateng) - Petani garam di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, berharap Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia ikut menyuarakan aspirasi petani garam agar pemerintah melakukan pengetatan aturan impor garam untuk melindungi petani garam lokal.
"Petani garam lokal tidak terlalu mempermasalahkan kebijakan impor. Akan tetapi, pemerintah juga perlu mengawasi agar tidak sampai merembes ke pasar garam konsumsi," kata salah seorang petani garam di Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Rasmani ketika menerima kunjungan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto dengan didampingi Agus Purwanto Sunu di Rembang, Senin.
Ia mendapatkan informasi garam impor saat ini telah merembes ke pasar konsumsi sehingga merugikan petani lokal.
Untuk itu, dia berharap, kehadiran Kadin Pusat ke Rembang bisa ikut menyuarakan aspirasi petani garam.
"Keinginan petani garam, impor garam harus melalui satu pintu," ujarnya.
Jika melalui banyak pihak, kata dia, petani garam lokal dipastikan akan mengalami kerugian karena importir dipastikan akan berlomba-lomba menjual garam dengan harga yang semurah-murahnya.
Dampaknya, lanjut dia, perang harga garam antar importir tentu bisa merugikan petani garam.
Petani garam lainnya, Sujoko mengakui, meskipun harga jual garam impor lebih tinggi dari garam lokal, petani tetap dirugikan.
Harga jual garam impor di pasaran, katanya, sebesar Rp3.000 per kilogram, sedangkan garam lokal sebesar Rp2.500/kg.
Hanya saja, kata dia, garam impor ketika diproses menjadi garam konsumsi bisa langsung dikemas tanpa melalui tahapan pencucian maupun pengeringan.
Sementara garam lokal, katanya, masih harus melalui proses pencucian dan pengeringan sehingga mengalami penyusutan hingga 35 persen.
Akibatnya, kata dia, produsen garam konsumsi yang menggunakan bahan baku garam lokal tentunya tidak bisa bersaing dengan produsen lain yang menggunakan garam impor.
"Seharusnya, garam impor digunakan untuk kepentingan industri dan tidak boleh digunakan untuk garam konsumsi karena merugikan petani lokal," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto mengungkapkan pihaknya akan mencoba berkomunikasi dengan Kementerian Perdagangan terkait keinginan petani garam di Rembang tersebut.
"Pemerintah memang perlu meningkatkan pengawasan agar garam impor tidak sampai mengganggu stabilitas harga garam petani," ujarnya.
"Petani garam lokal tidak terlalu mempermasalahkan kebijakan impor. Akan tetapi, pemerintah juga perlu mengawasi agar tidak sampai merembes ke pasar garam konsumsi," kata salah seorang petani garam di Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Rasmani ketika menerima kunjungan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto dengan didampingi Agus Purwanto Sunu di Rembang, Senin.
Ia mendapatkan informasi garam impor saat ini telah merembes ke pasar konsumsi sehingga merugikan petani lokal.
Untuk itu, dia berharap, kehadiran Kadin Pusat ke Rembang bisa ikut menyuarakan aspirasi petani garam.
"Keinginan petani garam, impor garam harus melalui satu pintu," ujarnya.
Jika melalui banyak pihak, kata dia, petani garam lokal dipastikan akan mengalami kerugian karena importir dipastikan akan berlomba-lomba menjual garam dengan harga yang semurah-murahnya.
Dampaknya, lanjut dia, perang harga garam antar importir tentu bisa merugikan petani garam.
Petani garam lainnya, Sujoko mengakui, meskipun harga jual garam impor lebih tinggi dari garam lokal, petani tetap dirugikan.
Harga jual garam impor di pasaran, katanya, sebesar Rp3.000 per kilogram, sedangkan garam lokal sebesar Rp2.500/kg.
Hanya saja, kata dia, garam impor ketika diproses menjadi garam konsumsi bisa langsung dikemas tanpa melalui tahapan pencucian maupun pengeringan.
Sementara garam lokal, katanya, masih harus melalui proses pencucian dan pengeringan sehingga mengalami penyusutan hingga 35 persen.
Akibatnya, kata dia, produsen garam konsumsi yang menggunakan bahan baku garam lokal tentunya tidak bisa bersaing dengan produsen lain yang menggunakan garam impor.
"Seharusnya, garam impor digunakan untuk kepentingan industri dan tidak boleh digunakan untuk garam konsumsi karena merugikan petani lokal," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto mengungkapkan pihaknya akan mencoba berkomunikasi dengan Kementerian Perdagangan terkait keinginan petani garam di Rembang tersebut.
"Pemerintah memang perlu meningkatkan pengawasan agar garam impor tidak sampai mengganggu stabilitas harga garam petani," ujarnya.