Petugas Gabungan Razia Penambang Pasir Ilegal di Sungai Serayu
Banyumas, ANTARA JATENG - Petugas gabungan merazia penambang pasir ilegal di Sungai Serayu khususnya yang berada di sekitar hulu dan hilir Bendung Gerak Serayu, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Razia yang digelar Selasa siang itu melibatkan petugas Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak, Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Jawa Tengah maupun Kabupaten Banyumas, TNI/Polri, dan sejumlah instansi terkait lainnya.
Saat mendatangi salah satu lokasi penambangan pasir di Desa Cindaga, Kecamatan Kebasen, yang berjarak sekitar 1 kilometer dari Jembatan Soeharto, petugas tidak mendapati aktivitas penambangan pasir karena saat itu para penambang sedang beristirahat.
Kedatangan petugas ditemui pengelola lokasi penambangan pasir, Kasim Riyadi yang merasa keberatan dengan adanya razia tersebut sehingga terjadi perdebatan di antara mereka.
Dalam perdebatan tersebut, Kasim mempertanyakan keberadaan penambangan pasir yang menggunakan mesin sedot di wilayah hulu Bendung Gerak Serayu yang seolah tidak tersentuh oleh aparat, namun penambangan rakyat yang dilakukan secara manual seperti yang dia kerjakan justru sering terkena razia.
Dia mengakui salah karena mengambil pasir di daerah dekat "groundsill" Jembatan Soeharto karena di dekat tempat pendaratan sudah tidak ada pasirnya akibat penambangan besar-besaran beberapa tahun silam.
Akan tetapi, kata dia, hal itu dilakukan demi memenuhi kebutuhan hidup masyarakat setempat yang bekerja sebagai penambang pasir.
"Kalau saya mungkin masih bisa bekerja di tempat lain, tapi mereka nantinya akan bekerja di mana karena selama ini hidupnya di Sungai Serayu," katanya.
Oleh karena itu, dia meminta adanya keadilan jika aktivitas penambangan rakyat dirazia, penambangan yang menggunakan mesin sedot juga harus dirazia.
Setelah lama berdebat, petugas akhirnya meninggalkan tempat itu dan menuju lokasi penambangan lainnya yang berlokasi di Grumbul Gandulekor, Desa Notog, Kecamatan Patikraja.
Akan tetapi sesampainya di tempat itu, petugas mendapati mesin sedot yang biasa digunakan oleh penambang untuk menyedot pasir telah dipinggirkan dan ditinggalkan oleh pemiliknya.
Selain itu, sejumlah penambang pasir tampak melakukan aktivitas penambangan secara manual sehingga muncul dugaan rencana razia tersebut telah bocor karena mesin-mesin sedot masih terpasang di tengah Sungai Serayu pada Selasa (12/9) pagi.
Kendati mendapati mesin sedot dan peralatan lainnya, petugas tidak bisa menyitanya karena penyitaan dapat dilakukan jika ada pemiliknya.
Saat ditemui wartawan, anggota Dewan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah Eddy Wahono mengatakan penggunaan mesin sedot dilarang dalam kegiatan penambangan pasir karena dapat melongsorkan tebing sungai sehingga mengakibatkan sedimentasi.
Selain itu, kata dia, wilayah dalam radius 5 kilometer ke arah hulu maupun hilir Bendung Gerak Serayu merupakan zona yang dilarang untuk penambangan pasir.
Menurut dia, zona yang dilarang untuk penambangan pasir adalah radius 1 kilometer dari Jembatan Soeharto karena jika dilakukan dalam radius tersebut akan membahayakan "groundsill" jembatan.
"Kalau `groundsill`-nya rusak, nanti Jembatan Soeharto bisa ambruk seperti Jembatan Soekarno di sebelahnya yang ambruk pada tahun 2011," katanya.
Sementara itu, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak Bambang Sumadyo mengatakan razia yang melibatkan petugas dari tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten tersebut digelar dalam rangka menegakkan peraturan.
Menurut dia, aktivitas penambangan pasir di bawah Jembatan Soeharto dilakukan pada jarak 1 meter dari jembatan.
Padahal sesuai dengan peraturan, kata dia, aktivitas penambangan pasir boleh dilakukan pada jarak 1.000 meter atau lebih dari jembatan.
"Oleh karena itu, kami mengingatkan saudara-saudara kita untuk menjauhi sumber daya air itu," katanya.
Menurut dia, peringatan kepada para penambang pasir telah diberikan hingga tiga kali namun mereka tetap menjalankan aktivitasnya sehingga nantinya akan dilakukan tindakan tegas.
Razia yang digelar Selasa siang itu melibatkan petugas Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak, Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Jawa Tengah maupun Kabupaten Banyumas, TNI/Polri, dan sejumlah instansi terkait lainnya.
Saat mendatangi salah satu lokasi penambangan pasir di Desa Cindaga, Kecamatan Kebasen, yang berjarak sekitar 1 kilometer dari Jembatan Soeharto, petugas tidak mendapati aktivitas penambangan pasir karena saat itu para penambang sedang beristirahat.
Kedatangan petugas ditemui pengelola lokasi penambangan pasir, Kasim Riyadi yang merasa keberatan dengan adanya razia tersebut sehingga terjadi perdebatan di antara mereka.
Dalam perdebatan tersebut, Kasim mempertanyakan keberadaan penambangan pasir yang menggunakan mesin sedot di wilayah hulu Bendung Gerak Serayu yang seolah tidak tersentuh oleh aparat, namun penambangan rakyat yang dilakukan secara manual seperti yang dia kerjakan justru sering terkena razia.
Dia mengakui salah karena mengambil pasir di daerah dekat "groundsill" Jembatan Soeharto karena di dekat tempat pendaratan sudah tidak ada pasirnya akibat penambangan besar-besaran beberapa tahun silam.
Akan tetapi, kata dia, hal itu dilakukan demi memenuhi kebutuhan hidup masyarakat setempat yang bekerja sebagai penambang pasir.
"Kalau saya mungkin masih bisa bekerja di tempat lain, tapi mereka nantinya akan bekerja di mana karena selama ini hidupnya di Sungai Serayu," katanya.
Oleh karena itu, dia meminta adanya keadilan jika aktivitas penambangan rakyat dirazia, penambangan yang menggunakan mesin sedot juga harus dirazia.
Setelah lama berdebat, petugas akhirnya meninggalkan tempat itu dan menuju lokasi penambangan lainnya yang berlokasi di Grumbul Gandulekor, Desa Notog, Kecamatan Patikraja.
Akan tetapi sesampainya di tempat itu, petugas mendapati mesin sedot yang biasa digunakan oleh penambang untuk menyedot pasir telah dipinggirkan dan ditinggalkan oleh pemiliknya.
Selain itu, sejumlah penambang pasir tampak melakukan aktivitas penambangan secara manual sehingga muncul dugaan rencana razia tersebut telah bocor karena mesin-mesin sedot masih terpasang di tengah Sungai Serayu pada Selasa (12/9) pagi.
Kendati mendapati mesin sedot dan peralatan lainnya, petugas tidak bisa menyitanya karena penyitaan dapat dilakukan jika ada pemiliknya.
Saat ditemui wartawan, anggota Dewan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah Eddy Wahono mengatakan penggunaan mesin sedot dilarang dalam kegiatan penambangan pasir karena dapat melongsorkan tebing sungai sehingga mengakibatkan sedimentasi.
Selain itu, kata dia, wilayah dalam radius 5 kilometer ke arah hulu maupun hilir Bendung Gerak Serayu merupakan zona yang dilarang untuk penambangan pasir.
Menurut dia, zona yang dilarang untuk penambangan pasir adalah radius 1 kilometer dari Jembatan Soeharto karena jika dilakukan dalam radius tersebut akan membahayakan "groundsill" jembatan.
"Kalau `groundsill`-nya rusak, nanti Jembatan Soeharto bisa ambruk seperti Jembatan Soekarno di sebelahnya yang ambruk pada tahun 2011," katanya.
Sementara itu, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak Bambang Sumadyo mengatakan razia yang melibatkan petugas dari tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten tersebut digelar dalam rangka menegakkan peraturan.
Menurut dia, aktivitas penambangan pasir di bawah Jembatan Soeharto dilakukan pada jarak 1 meter dari jembatan.
Padahal sesuai dengan peraturan, kata dia, aktivitas penambangan pasir boleh dilakukan pada jarak 1.000 meter atau lebih dari jembatan.
"Oleh karena itu, kami mengingatkan saudara-saudara kita untuk menjauhi sumber daya air itu," katanya.
Menurut dia, peringatan kepada para penambang pasir telah diberikan hingga tiga kali namun mereka tetap menjalankan aktivitasnya sehingga nantinya akan dilakukan tindakan tegas.