Disdikbdud: Lima Hari Sekolah Bukan Hal Baru
Semarang, ANTARA JATENG - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah menyebutkan pelaksanaan lima hari sekolah sebenarnya bukan hal baru di wilayah itu karena sudah banyak yang menerapkannya selama ini.
"Di Jateng, sebenarnya sudah banyak sekolah menengah atas (SMA) dan sederajat yang melaksanakan. Ya, kan memang belum diwajibkan," kata Kepala Disdibud Jateng Gatot Bambang Hastowo di Semarang, Senin.
Menurut dia, pelaksanaan lima hari sekolah sebenarnya lebih pada kesiapan sekolah untuk menerapkannya sebab memang tidak seluruh sekolah mampu melaksanakan sistem lima hari sekolah.
Disdikbud, kata dia, sudah pula mengeluarkan surat edaran (SE) mengenai lima hari sekolah, tetapi sampai saat ini belum ada yang mewajibkan sekolah untuk menerapkan sistem tersebut.
"Masih kondisional. Kalau sekolah yang merasa sudah mampu, silakan. Bagi sekolah yang belum siap juga tidak diwajibkan. Perlu dicatat, ini bukan `full day school`, tetapi `five day school`," katanya.
Ia menjelaskan kesiapan sekolah sangat penting untuk penerapan lima hari sekolah, misalnya jam operasional kantin sekolah harus disesuaikan sebab para siswa akan kesulitan jika kantinnya sudah tutup.
Kemudian, kata dia, ketersediaan fasilitas ibadah, seperti masjid atau mushola di sekolah untuk memfasilitasi siswa beribadah, termasuk kapasitas yang mencukupi untuk pelaksanaan shalat Jumat.
"Kalau SMA Negeri 3, SMA Negeri 1 Semarang siap, ya, silakan. Kemudian, SMA Negeri 16 Semarang, misalnya belum siap, ya tidak apa-apa. Kan perlu kesiapan juga dari infrastruktur, akses transportasi siswa," katanya.
Gatot menambahkan saat ini Disdikbud provinsi yang menangani pengelolaan jenjang pendidikan SMA dan sederajat, sementara sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) oleh pemerintah kabupaten/kota.
"Ya, SD dan SMP sekalipun, kalau dihitung jam belajarnya dengan sistem lima hari sekolah tidak akan sampai pukul 15.00 WIB setiap harinya. Jadi, masih banyak waktu luang di rumah," katanya.
Hal itu diungkapkannya, sekaligus menjawab keberatan program lima hari sekolah karena dikhawatirkan bakal "mematikan" lembaga pendidikan agama nonformal, seperti taman pendidikan Alquran (TPQ), dan sebagainya.
"Kami yakin tidak akan mematikan TPQ. Anak-anak SD dan SMP masih tetap bisa ngaji, ikut TPQ karena mereka pulangnya (sekolah, red.) tidak sampai pukul 15.00 WIB. Kalau SMA sampai pukul 15.30 WIB," katanya.
"Di Jateng, sebenarnya sudah banyak sekolah menengah atas (SMA) dan sederajat yang melaksanakan. Ya, kan memang belum diwajibkan," kata Kepala Disdibud Jateng Gatot Bambang Hastowo di Semarang, Senin.
Menurut dia, pelaksanaan lima hari sekolah sebenarnya lebih pada kesiapan sekolah untuk menerapkannya sebab memang tidak seluruh sekolah mampu melaksanakan sistem lima hari sekolah.
Disdikbud, kata dia, sudah pula mengeluarkan surat edaran (SE) mengenai lima hari sekolah, tetapi sampai saat ini belum ada yang mewajibkan sekolah untuk menerapkan sistem tersebut.
"Masih kondisional. Kalau sekolah yang merasa sudah mampu, silakan. Bagi sekolah yang belum siap juga tidak diwajibkan. Perlu dicatat, ini bukan `full day school`, tetapi `five day school`," katanya.
Ia menjelaskan kesiapan sekolah sangat penting untuk penerapan lima hari sekolah, misalnya jam operasional kantin sekolah harus disesuaikan sebab para siswa akan kesulitan jika kantinnya sudah tutup.
Kemudian, kata dia, ketersediaan fasilitas ibadah, seperti masjid atau mushola di sekolah untuk memfasilitasi siswa beribadah, termasuk kapasitas yang mencukupi untuk pelaksanaan shalat Jumat.
"Kalau SMA Negeri 3, SMA Negeri 1 Semarang siap, ya, silakan. Kemudian, SMA Negeri 16 Semarang, misalnya belum siap, ya tidak apa-apa. Kan perlu kesiapan juga dari infrastruktur, akses transportasi siswa," katanya.
Gatot menambahkan saat ini Disdikbud provinsi yang menangani pengelolaan jenjang pendidikan SMA dan sederajat, sementara sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) oleh pemerintah kabupaten/kota.
"Ya, SD dan SMP sekalipun, kalau dihitung jam belajarnya dengan sistem lima hari sekolah tidak akan sampai pukul 15.00 WIB setiap harinya. Jadi, masih banyak waktu luang di rumah," katanya.
Hal itu diungkapkannya, sekaligus menjawab keberatan program lima hari sekolah karena dikhawatirkan bakal "mematikan" lembaga pendidikan agama nonformal, seperti taman pendidikan Alquran (TPQ), dan sebagainya.
"Kami yakin tidak akan mematikan TPQ. Anak-anak SD dan SMP masih tetap bisa ngaji, ikut TPQ karena mereka pulangnya (sekolah, red.) tidak sampai pukul 15.00 WIB. Kalau SMA sampai pukul 15.30 WIB," katanya.