Denpasar, ANTARA JATENG - Kementerian Kesehatan menganjurkan masyarakat,
khususnya perempuan, untuk melakukan deteksi dini kanker serviks atau
leher rahim dan kanker payudara untuk mencegah angka kesakitan dan
kematian.
"Dengan deteksi dini, kejadian kanker dapat ditemukan lebih awal
sehingga keberhasilan pengobatannya semakin besar," kata Kepala Biro
Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Oscar Primadi
dalam keterangan tertulis yang diterima di Denpasar, Minggu.
Dia mengingatkan kejadian meninggalnya dua orang publik figur Indonesia
akibat kanker serviks dan kanker payudara beberapa hari lalu sebagai
pengingat bahwa kanker merupakan epidemi global.
Kanker menjadi masalah di dunia, termasuk di Indonesia, karena jumlah
penderitanya dan kematiannya yang terus meningkat. Kanker leher rahim
dan kanker payudara merupakan dua jenis kanker yang paling banyak
mengancam perempuan di Indonesia.
Oleh karena itu Oscar menganjurkan masyarakat perempuan untuk segera
melakukan deteksi dini kanker serviks dan payudara di fasilitas
kesehatan.
Deteksi dini kanker leher rahim dilaksanakan dengan metode Inspeksi
Visual dengan Asam Asetat (IVA) dan tindak lanjut dini dengan krioterapi
jika ditemukan IVA positif. Sedangkan deteksi dini kanker payudara
dengan metode pemeriksaan payudara secara klinis (SADANIS).
Saat ini lebih dari 3.700 puskesmas di seluruh Indonesia telah dilatih
dalam pelayanan deteksi dini penyakit kanker payudara dan leher rahim.
Sedangkan untuk pengobatan segera dilakukan di rumah sakit
kabupaten/kota secara berjenjang untuk rujukan kasus kanker.
Oscar juga menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir karena biaya
deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks (tes IVA) di Puskesmas
sudah masuk dalam pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
dikelola oleh BPJS Kesehatan.
Pasien kanker harus mendapat pengobatan yang tepat dan tidak boleh
melewatkan fase emas pengobatan. Namun seringkali masyarakat yang
terdiagnosis kanker pada fase awal, justru tergoda dengan iklan
pengobatan alternatif yang belum terkonfirmasi kebenarananya secara
klinis yang ada di berbagai media.
"Kita perlu mengawasi dan mengevaluasi efektifitas dan meneliti dampak
lain yang ditimbulkan. Iklan yang jelas-jelas melanggar ketentuan
tersebut, akan berdampak buruk dan menimbulkan kerugian, bahkan bisa
membahayakan karena pasien kehilangan fase emas pengobatannya dan
menjadi tidak terselamatkan," ucap Oscar.
Berita Terkait
Kemenkes terjunkan tim peneliti jenis virus nyamuk DBD Jepara
Senin, 11 Maret 2024 20:35 Wib
Tim BPJS Kesehatan Purwokerto dan Kemenkes kunjungi FKRTL Banyumas
Jumat, 26 Januari 2024 9:35 Wib
Kemenkes periksa keamanan makanan di Tirtonadi Solo jelang libur Natal
Selasa, 19 Desember 2023 16:48 Wib
Pemkot Surakarta mulai bangun RS Kardiologi akhir bulan ini
Kamis, 16 November 2023 13:53 Wib
Kemenkes buka masukan publik tanggapi aturan turunan UU Kesehatan
Kamis, 14 September 2023 8:30 Wib
Kemenag bersama Kemenkes siapkan regulasi istithaah kesehatan jamaah
Jumat, 8 September 2023 16:04 Wib
Kemenkes RI fasilitasi penempatan kerja 16 dokter lulusan luar negeri
Kamis, 3 Agustus 2023 10:01 Wib
Kemenkes gandeng lembaga pendidikan hilirisasi produk inovatif
Rabu, 12 Juli 2023 16:19 Wib