"Definisi PHK besar-besaran adalah dalam kurun waktu dua bulan jumlah karyawan terkena PHK melebihi 5.000 orang. Sudah lebih dari 10.000 yang kami tarik hingga akhir Maret dan sudah ada proses PHK yang terjadi," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi pers terkait PHK, honorer, dan kriminalisasi aktivis buruh di Jakarta, Senin.
Said mengatakan ada tiga kategori PHK yang menyertai total 12.860 karyawan itu, yakni karena perusahaan tutup berjumlah 3.668 orang, antara lain dari PT Mitsubishi Krama Yudha Motors & Manufacturing Pulo Gadung sebanyak 200 orang, industri farmasi PT Novartis 500 orang dan PT Sandos 200 orang.
"Industri farmasi sebenarnya tidak tutup perusahaannya, tetapi rasionalisasi atau pengurangan tenaga kerja karena kapasitas produksi yang menurun," kata Said.
Kategori kedua adalah karyawan terkena PHK tahun lalu namun laporannya baru masuk akhir Januari 2016 dengan total 8.300 orang, terdiri dari karyawan PT Philips Sidoarjo 800 orang, PT Panasonic Pasuruan 800 orang, PT Jaba Garmindo Tangeran 4.700 orang dan Ford Indonesia 2.000 orang.
Kategori ketiga yakni adanya disharmonis perusahaan atau PHK sepihak yang dilakukan oleh tiga perusahaan, yakni dua perusahaan Jepang dan satu perusahaan Korea dengan jumlah total 712 karyawan dirumahkan.
"PT Sunstar mem-PHK 271 orang, PT DMC TI ada 255 orang dan Oxun sebanyak 186 orang," ujar Said.
Senada dengan itu, Ketua Umum Serikat Pekerja Otomotif, Heri, mengatakan sejak semester II/2015 sampai akhir Januari 2016 telah terjadi penurunan kapasitas produksi yang berimbas terhadap penggunaan tenaga kerja.
Banyak tenaga kerja temporer yang diputus atau tidak diperpanjang kontraknya oleh perusahaan otomotif.
"(PHK) ini hampir terjadi di semua lini produksi otomotif, tidak hanya sepeda motor, tetapi juga roda empat dan komponen pendukung spare part," kata Heri.
Heri menjelaskan penurunan kapasitas produksi dipengaruhi oleh menurunnya permintaan di pasar dalam negeri dan tingkat daya beli konsumen yang rendah.
Ketidakmampuan pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat disebabkan salah satunya oleh kebijakan upah murah melalui PP 78 Tahun 2015 tentang pengupahan yang berimbas pada harga barang yang mahal.
Berita Terkait
Kemlu: Tidak ada korban WNI dalam insiden jembatan ambruk Baltimore
Kamis, 28 Maret 2024 8:53 Wib
Polri kerahkan 377 personel amankan PHPU Pilpres 2024
Rabu, 27 Maret 2024 9:37 Wib
Komisi IX minta giatkan edukasi kesehatan publik atasi DBD
Selasa, 26 Maret 2024 11:34 Wib
Mendagri sampaikan 240 ASN langgar netralitas pada Pemilu 2024
Senin, 25 Maret 2024 15:33 Wib
Menperin: Beras analog sagu bisa jadi alternatif pangan utama
Senin, 25 Maret 2024 13:42 Wib
Polri gelar rakor lintas sektor persiapan Operasi Ketupat 2024
Senin, 25 Maret 2024 9:45 Wib
MKMK benarkan adanya laporan terhadap Guntur Hamzah
Jumat, 22 Maret 2024 8:40 Wib
Kementerian ATR/BPN gandeng perguruan tinggi percepat PTSL
Jumat, 22 Maret 2024 8:40 Wib