Dia menyebutkan, dampak negatif dimaksud antara lain, memberikan ruang putusnya sekolah, hilangnya masa depan anak-anak dan berkontribusi terhadap lambatnya peningkatan sumber daya manusia.
"Selain itu, pernikahan dini juga bisa berdampak terhadap kesehatan reproduksi anak perempuan yang menikah terlalu dini," katanya.
Menteri Yohana mengatakan faktor budaya yang berkembang di masyarakat menjadi salah satu tantangan terbesar yang menyebabkan tingginya angka perkawinan usia anak.
Salah satu wilayah yang angka perkawinan usia anaknya masuk dalam kategori tinggi, kata dia, adalah Nusa Tenggara Barat.
Oleh sebab itu, dia mendorong agar masyarakat diberikan pemahaman komprehensif terkait perkawinan di usia anak.
"Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota juga didorong untuk menciptakan kota dan lingkungan layak anak," katanya.
Selain itu, daerah juga didorong untuk menciptakan sekolah ramah anak, serta diadakan pelatihan-pelatihan serta keterampilan positif bagi para perempuan.
Dari beberapa kasus, tambah dia, penyebab tingginya angka perceraian adalah karena perkawinan usia anak.
"Oleh karena itu, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan harus serius menanganinya agar jumlahnya bisa diturunkan," katanya.
Berita Terkait
Empat menteri hadir di MK untuk memberikan keterangan pada sidang lanjutan perkara PHPU
Jumat, 5 April 2024 8:51 Wib
Dini sebut menteri tak perlu izin presiden untuk penuhi panggilan MK
Selasa, 2 April 2024 9:49 Wib
Kementerian Pertanian gandeng Kodam Diponegoro atasi darurat pangan
Kamis, 21 Maret 2024 14:37 Wib
Gibran sebut soal susunan kabinet akan ada waktunya
Senin, 18 Maret 2024 15:47 Wib
Menteri Nadiem apresiasi UNS pada program Kampus Merdeka
Jumat, 8 Maret 2024 13:22 Wib
Pemkot Surakarta harap bisa lanjutkan sinergi dengan Menteri ATR baru
Rabu, 21 Februari 2024 15:00 Wib
Mendag: Genjot ekspor nonmigas ke kawasan nontradisional
Selasa, 20 Februari 2024 14:03 Wib
Menteri BUMN harap ANTARA terus beradaptasi
Senin, 19 Februari 2024 5:56 Wib