Kudus (ANTARA) - Kepolisian Resor Kudus, Jawa Tengah, meminta pihak sekolah maupun pengurus pondok pesantren segera melapor ke polisi ketika terjadi kasus kekerasan antar pelajar, agar bisa diselesaikan secepatnya.
"Jika dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan kasusnya melebar menjadi kasus antar orang tua bukan lagi kasus antar pelajar atau antar santri," kata Kanit IV Satreskrim Polres Kudus Iptu Hendro Santiko di Kudus, Rabu.
Hal tersebut disampaikan saat menjadi pembicara dalam Talk Show Implementasi Undang-Undang Perlindungan Anak (UU nomor 35/2014 tentang Perubahan atas UU nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak di auditorium Ponpes Nashrul Ummah Mejobo, Kudus.
Ia mengungkapkan kasus yang pernah ditangani, persoalan anak yang seharusnya bisa diselesaikan dengan mediasi antar siswa, ternyata berlarut-larut hingga ada campur tangan pihak orang tua.
Untuk menghindari hal demikian, kata dia, guru sekolah atau pengasuh pondok pesantren segera lakukan pencegahan minimal dengan pihak guru dilakukan mediasi, jangan sampai melebar.
"Kalaupun belum bisa diselesaikan, harus berani melaporkan kepada pihak berwajib, baik melalui saluran telepon maupun tertulis. Kita biasa jemput bola, karena nantinya bisa diselesaikan secara diversi, asalkan ancamannya tidak lebih dari 7 tahun," ujarnya.
Diversi sendiri merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana (formal) ke proses di luar peradilan pidana (non formal). Dengan tujuan utama menghindarkan anak dari dampak negatif sistem peradilan pidana, seperti stigmatisasi dan perampasan kemerdekaan.
Dalam rangka memberikan kepercayaan masyarakat, maka Polres Kudus membuka layanan via pusat telepon 110 yang akan direspons selama 24 jam non stop.
"Jika ingin memberikan imbauan dan masukan serta pemahaman anak didiknya guna menghindari kasus kenakalan anak bisa meminta bantuan Babinsa. Beberapa desa sudah melakukan hal demikian, seperti di Desa Mejobo, Tenggeles, Undaan, dan Karangrowo," ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Kabupaten Kudus Any Willianti ketika muncul kasus kekerasan antar siswa atau santri, sebaiknya diselesaikan secara internal.
"Jangan sampai kasus antar anak itu, justru melebar menjadi kasus antar orang tua. Karena penyelesaiannya menjadi lebih sulit, dan lebih lama," ujarnya.
Ia mempersilakan pengurus pondok pesantren atau sekolah untuk melaporkan setiap ada kasus, baik ke Polres Kudus maupun ke Dinsos Kudus.
Pembicara lainnya, yakni Ketua Lembaga Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LBH NU) Kabupaten Kudus Saiful Anas, Kiai Kifni Nasif, serta Anggota Komisi E DPRD Jateng Fraksi Golkar Arif Wahyudi.
Baca juga: Pemkab Kudus MoU dengan Swedfund untuk pengelolaan sanitasi