Solo (ANTARA) - Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk mengejar ketertinggalan dari negara lain melalui kegiatan HR Networking 2023.
"AAUI kita dari sisi HR (human resource/SDM) sangat tertinggal, bukan dalam ilmu asuransinya tetapi membangun satu karakter yang kuat," kata Ketua AAUI Budi Herawan di sela kegiatan HR Networking 2023 di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu.
Oleh karena itu, menurut dia, ketertinggalan tersebut harus segera dikejar. Ia mengatakan setelah empat hari melakukan kunjungan kerja ke Korea Selatan, masih banyak hal yang harus dikerjakan oleh sektor asuransi di Indonesia.
"Salah satunya pembinaan terhadap HR. Mencetak karakteristik yang lebih bertanggung jawab dan bermoral. Kita bisa berkesinambungan nanti hingga tahun 2024," katanya.
Menurut dia, kegiatan tersebut juga menjadi pintu gerbang untuk membangun SDM yang kuat di dunia perasuransian.
Pada kesempatan yang sama, Pengawas Bagian Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan 2 OJK Surakarta Susana Diah Kusumaningrum mengatakan di sektor jasa keuangan SDM dituntut untuk menciptakan kemampuan beradaptasi dengan menciptakan layanan yang mudah, murah, cepat, andal, dan berorientasi pada konsumen.
Oleh karena itu, dikatakannya, sektor jasa keuangan termasuk di dalamnya asuransi perlu didukung oleh kapasitas SDM yang berdaya saing dan menghadapi kompetisi yang begitu tinggi.
Menurut dia, OJK juga memiliki komitmen yang tinggi untuk mengawal pengembangan kapasitas SDM di industri jasa keuangan secara terintegrasi dan berkelanjutan.
"Cetak biru pengembangan SDM merupakan suatu kerangka acuan terperinci sebagai landasan perencanaan pengembangan sumber daya manusia. Harapannya nantinya bisa menjadi prioritas dalam menyusun strategi dan menyusun pengembangan program SDM di setiap industri jasa keuangan, khususnya di industri asuransi umum," katanya.
Ia mengatakan jika melihat survei literasi dan inklusi keuangan di Indonesia pada tahun 2022, khususnya di sektor asuransi angkanya masih cukup rendah, yakni sebesar 31,72 persen dan angka inklusi sebesar 16,63 persen.
"Ini PR apakah kita perlu edukasi atau sebelumnya masyarakat yang sudah trauma dengan asuransi bisa percaya diri kembali kalau kita butuh asuransi sebagai proteksi diri," katanya.
Baca juga: BKKBN : Penuntasan stunting tingkatkan kualitas SDM
"AAUI kita dari sisi HR (human resource/SDM) sangat tertinggal, bukan dalam ilmu asuransinya tetapi membangun satu karakter yang kuat," kata Ketua AAUI Budi Herawan di sela kegiatan HR Networking 2023 di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu.
Oleh karena itu, menurut dia, ketertinggalan tersebut harus segera dikejar. Ia mengatakan setelah empat hari melakukan kunjungan kerja ke Korea Selatan, masih banyak hal yang harus dikerjakan oleh sektor asuransi di Indonesia.
"Salah satunya pembinaan terhadap HR. Mencetak karakteristik yang lebih bertanggung jawab dan bermoral. Kita bisa berkesinambungan nanti hingga tahun 2024," katanya.
Menurut dia, kegiatan tersebut juga menjadi pintu gerbang untuk membangun SDM yang kuat di dunia perasuransian.
Pada kesempatan yang sama, Pengawas Bagian Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan 2 OJK Surakarta Susana Diah Kusumaningrum mengatakan di sektor jasa keuangan SDM dituntut untuk menciptakan kemampuan beradaptasi dengan menciptakan layanan yang mudah, murah, cepat, andal, dan berorientasi pada konsumen.
Oleh karena itu, dikatakannya, sektor jasa keuangan termasuk di dalamnya asuransi perlu didukung oleh kapasitas SDM yang berdaya saing dan menghadapi kompetisi yang begitu tinggi.
Menurut dia, OJK juga memiliki komitmen yang tinggi untuk mengawal pengembangan kapasitas SDM di industri jasa keuangan secara terintegrasi dan berkelanjutan.
"Cetak biru pengembangan SDM merupakan suatu kerangka acuan terperinci sebagai landasan perencanaan pengembangan sumber daya manusia. Harapannya nantinya bisa menjadi prioritas dalam menyusun strategi dan menyusun pengembangan program SDM di setiap industri jasa keuangan, khususnya di industri asuransi umum," katanya.
Ia mengatakan jika melihat survei literasi dan inklusi keuangan di Indonesia pada tahun 2022, khususnya di sektor asuransi angkanya masih cukup rendah, yakni sebesar 31,72 persen dan angka inklusi sebesar 16,63 persen.
"Ini PR apakah kita perlu edukasi atau sebelumnya masyarakat yang sudah trauma dengan asuransi bisa percaya diri kembali kalau kita butuh asuransi sebagai proteksi diri," katanya.
Baca juga: BKKBN : Penuntasan stunting tingkatkan kualitas SDM