Semarang (ANTARA) - Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Komisi Penyiaran Indonesia pada 10-12 Agustus 2023 yang diikuti 33 KPID se-Indonesia dan Hasiarnas (Hari Penyiaran Nasional) 2023 minggu ini dilaksanakan di Pulau Bintan. Peringatan ke-90 tahun 2023 ini, dimaksudkan guna mewujudkan tujuan penyiaran nasional sekaligus penghargaan dan dukungan terhadap bidang penyiaran di Indonesia.
Penetapan Hasiarnas didasarkan atas Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 9 Tahun 2019 pada 29 Maret 2019. Peringatan Hasiarnas tidak lepas dari sejarah pendirian Lembaga Penyiaran Radio milik Indonesia yaitu Solosclre Radio Vereeniging (SRV) yang diprakarsai KGPAA Mangkunegoro VII pada 1 April 1933 di Solo serta terkait momentum Deklarasi Hasiarnas pada 1 April 2010.
Untuk Hasiarnas mengambil tema “Siaran Sehat Pemilu Bermartabat”, Hasiarnas ini diramaikan dengan berbagai kegiatan mulai dari seminar kepenyiaran nasional, workshop literasi sejuta pemirsa, ekspo UMKM, dialog interaktif hingga ajang penghijauan mangrove. Sejauh pandangan penulis, setidaknya ada dua isu penting yang patut dicatat dan dijadikan refleksi bagi kita semua terkait dengan peringatan Hasarnas ke-90 tahun ini.
Pertama, isu tentang transformasi digital. Sejak ditemukan internet dengan berbagai kanal sofistikatis turunannya serta beragam multiplatform aksesibilitasnya, transformasi digital menjadi sesuatu yang tak terelakkan. Meminjam istilah Nicholas Negroponte (1996), seorang neo-futuris dari Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat, bahwa “menjadi digital” adalah sesuatu yang utama dari kehidupan (saat ini).
Dunia saat ini dihadapkan dengan revolusi 4.0 dimana berbasis cyber physical system, sebuah revolusi industri yang menekankan pada otomatisasi dan kolaborasi teknologi siber diantaranya Internet of Things (IoT), big data, artificial intelligence (AI), cloud computing dan addictive manufacturing. Bahkan, saat ini dunia telah melaju ke arus revolusi industri 5.0 yang lebih menekankan pada optimasi teknologi AI.
Untuk perkembangan sistem produksi yang lebih efisien, fleksibel, berkelanjutan, dan berorientasi peningkatan kesejahteraan. Transformasi digital diyakini sebagai respons yang ideal atas gelombang revolusi industri 4.0 dan bahkan revolusi 5.0 yang melanda dunia saat ini. Transformasi digital sangat berhubungan dengan kapabilitas transformatif dalam artikulatisi kesadaran digital baik terkait kompetensi digital, penggunaan digital maupun transformasi digital itu sendiri.
Transformasi digital memungkinkan proses, model, ekosistem dan kultur kerja menjadi makin saling terintegrasi dan terkoneksi secara digital akibat pengaruh inovasi teknologi, perilaku dan tuntutan khalayak, kemajuan sains serta dinamika ekosistem nasional maupun global.
Di bidang penyiaran, praksis transformasi digital diantaranya mengarah dalam wujud perubahan dari analog ke digital. Perubahan ini bukan hanya mengarah pada akserasi kualitas produk teknologi, suara, gambar dan efek di publik menjadi lebih baik, namun juga merujuk pada penguatan keragaman konten menjadi kunci atas muatan isi.
Keragaman konten ini tercermin dari keragaman program siaran sebagai dampak dari peningkatan kuantitas saluran digital. Setidaknya dalam hal ini, Kominfo RI dipandang sukses lantaran berhasil melakukan transformasi digital di ranah migrasi dari siaran TV analog ke siaran TV digital sehingga menjadikan seluruh siaran TV di Indonesia saat ini telah berbasis digital.
Dengan tagline “Bersih, Jernih, Canggih”, kebijakan migrasi digital ini sendiri merupakan implementasi Pasal 72 (8) UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja mengenai Peralihan TV Digital. Dengan demikian, penulis sepakat bahwa Rakornas KPI tahun 2023 ini membahas beberapa isu strategis dalam rangka penguatan ekosistem transformasi digital di Indonesia agar menjadi lebih akseleratif dan berkualitas.
Beberapa isu terkait meliputi strategi penguatan kelembagaan KPI, penguatan kelembagaan KPI dan regulasi penyiaran [terutama RUU revisi UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran dan PP Nomor 18/2016 tentang Perangkat Daerah], strategi pengawasan siaran di era digitalisasi penyiaran, strategi pengawalan ASO (Analog Switch Off) serta strategi penguatan partisipasi publik di bidang penyiaran baik dalam hal kepemirsaan maupun pengawasan konten siaran.
Pemilu Bermartabat
Kedua, isu tentang Pemilu 2024. Bukan tanpa alasan panitia Hasiarnas tahun 2023 memilih tema kegiatan “Siaran Sehat Pemilu Bermartabat”. Pasalnya, Indonesia bakal segera menghelat pesta demokrasi terbesar ke-3 di dunia [setelah Amerika Serikat dan India] yakni Pemilu tahun 2024.
Menurut rencana, jadwal pemungutan suara pada Pemilu 2024 (Pilpres, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, DPD) serentak digelar pada 14 Februari 2024 dengan total jumlah pemilih berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) final sebanyak 204.807.222 orang terdiri atas 102.218.513 pemilih pria (49,91%) dan 102.140.123 pemilih perempuan (50,09%); 1.750.474 pemilih di luar negeri (8,55%) dan 203.055.748 pemilih di dalam negeri (91,45%). Berdasar DPT, jumlah pemilih milenial (kelahiran tahun 1981-1996) mencapai 68.822.389 orang (33,6%) dan jumlah pemilih generasi Z (lahir 1997-2006) sebanyak 46.800.161 orang (22,85%).
Dengan total pemilih milenial dan generasi Z mencapai 115.622.550 orang (56,45%) atau segmentasi mayoritas pemilih pada Pemilu 2024. Jika Pemilu Pilpres 2024 berlangsung dalam dua putaran, maka pemungutan suara dijadwalkan pada 26 Juni 2024. Ciri utama generasi milenial dan generasi Z adalah relatif akrab dengan teknologi internet dengan berbagai platform digital pengaksesnya.
Smartphone menjadi teknologi pengakses internet yang paling popular di kalangan ini dengan jumlah pengguna smartphone di Indonesia tahun 2022 mencapai 192,15 juta pengguna, menurut laporan dari Newzoo, perusahaan data dan riset digital global berbasis di Belanda. Laporan riset Statista bahkan memproyeksi jumlah pengguna smartphone di Indonesia tahun 2028 bakal mencapai 268,82 juta pengguna.
Dalam konteks merespons Pemilu 2024 situasi fanatisme, ketidaktahuan, kemasabodohan bahkan keisengan, pemilih bisa saja terseret dalam pusaran praktik hoaks, ujaran kebencian maupun perundungan berkonotasi politik. Tentu kondisi ini sangat berbahaya karena rentan menimbulkan friksi, segregasi bahkan konflik horisontal yang bisa memecah belah bangsa dan mencederai demokrasi. Tensi politik mendekati Pemilu 2024 yang kian panas membutuhkan kesadaran dan kerja bersama dari seluruh elemen masyarakat untuk senantiasa menjaga keutuhan bangsa dan negara.
Maka, lembaga-lembaga penyiaran dari level pusat hingga daerah di berbagai pelosok negeri memiliki posisi, peran dan tanggung jawab besar dalam menyelenggarakan literasi politik menjelang Pemilu 2024. Melalui kekuatan jaringan yang luas ditambah dengan kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi serta kemapanan sumber daya manusia, diharapkan bidang penyiaran menjadi katarsis politik bagi masyarakat.
Penyiaran harus menjadi penyentuh, penganalisis dan pemberi solusi dalam setiap jengkal dan jejak penyelenggaraan Pemilu. Penyiaran harus mampu menghadirkan siaran Pemilu yang obyektif, proporsional, adil dan tidak memihak dengan memberikan durasi siaran yang cukup.
Dalam konteks Pemilu 2024, Penyiaran dituntut bekerja profesional dalam menjalankan tugas, pokok dan fungsi (tupoksi)-nya selaku media informasi, pendidikan, kontrol dan perekat sosial sebagaimana diatur dalam regulasi. Penyiaran harus mampu menebar asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Untuk itu, pemahaman yang mendalam, komprehensif dan kokoh atas regulasi penyiaran yang berlaku menjadi kunci utama dalam praksis penyiaran yang profesional terutama pemahaman dan pelaksanaan yang optimal atas UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Selamat Hasiarnas 2023.
*Penulis adalah Staf Ahli Menkominfo
Penetapan Hasiarnas didasarkan atas Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 9 Tahun 2019 pada 29 Maret 2019. Peringatan Hasiarnas tidak lepas dari sejarah pendirian Lembaga Penyiaran Radio milik Indonesia yaitu Solosclre Radio Vereeniging (SRV) yang diprakarsai KGPAA Mangkunegoro VII pada 1 April 1933 di Solo serta terkait momentum Deklarasi Hasiarnas pada 1 April 2010.
Untuk Hasiarnas mengambil tema “Siaran Sehat Pemilu Bermartabat”, Hasiarnas ini diramaikan dengan berbagai kegiatan mulai dari seminar kepenyiaran nasional, workshop literasi sejuta pemirsa, ekspo UMKM, dialog interaktif hingga ajang penghijauan mangrove. Sejauh pandangan penulis, setidaknya ada dua isu penting yang patut dicatat dan dijadikan refleksi bagi kita semua terkait dengan peringatan Hasarnas ke-90 tahun ini.
Pertama, isu tentang transformasi digital. Sejak ditemukan internet dengan berbagai kanal sofistikatis turunannya serta beragam multiplatform aksesibilitasnya, transformasi digital menjadi sesuatu yang tak terelakkan. Meminjam istilah Nicholas Negroponte (1996), seorang neo-futuris dari Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat, bahwa “menjadi digital” adalah sesuatu yang utama dari kehidupan (saat ini).
Dunia saat ini dihadapkan dengan revolusi 4.0 dimana berbasis cyber physical system, sebuah revolusi industri yang menekankan pada otomatisasi dan kolaborasi teknologi siber diantaranya Internet of Things (IoT), big data, artificial intelligence (AI), cloud computing dan addictive manufacturing. Bahkan, saat ini dunia telah melaju ke arus revolusi industri 5.0 yang lebih menekankan pada optimasi teknologi AI.
Untuk perkembangan sistem produksi yang lebih efisien, fleksibel, berkelanjutan, dan berorientasi peningkatan kesejahteraan. Transformasi digital diyakini sebagai respons yang ideal atas gelombang revolusi industri 4.0 dan bahkan revolusi 5.0 yang melanda dunia saat ini. Transformasi digital sangat berhubungan dengan kapabilitas transformatif dalam artikulatisi kesadaran digital baik terkait kompetensi digital, penggunaan digital maupun transformasi digital itu sendiri.
Transformasi digital memungkinkan proses, model, ekosistem dan kultur kerja menjadi makin saling terintegrasi dan terkoneksi secara digital akibat pengaruh inovasi teknologi, perilaku dan tuntutan khalayak, kemajuan sains serta dinamika ekosistem nasional maupun global.
Di bidang penyiaran, praksis transformasi digital diantaranya mengarah dalam wujud perubahan dari analog ke digital. Perubahan ini bukan hanya mengarah pada akserasi kualitas produk teknologi, suara, gambar dan efek di publik menjadi lebih baik, namun juga merujuk pada penguatan keragaman konten menjadi kunci atas muatan isi.
Keragaman konten ini tercermin dari keragaman program siaran sebagai dampak dari peningkatan kuantitas saluran digital. Setidaknya dalam hal ini, Kominfo RI dipandang sukses lantaran berhasil melakukan transformasi digital di ranah migrasi dari siaran TV analog ke siaran TV digital sehingga menjadikan seluruh siaran TV di Indonesia saat ini telah berbasis digital.
Dengan tagline “Bersih, Jernih, Canggih”, kebijakan migrasi digital ini sendiri merupakan implementasi Pasal 72 (8) UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja mengenai Peralihan TV Digital. Dengan demikian, penulis sepakat bahwa Rakornas KPI tahun 2023 ini membahas beberapa isu strategis dalam rangka penguatan ekosistem transformasi digital di Indonesia agar menjadi lebih akseleratif dan berkualitas.
Beberapa isu terkait meliputi strategi penguatan kelembagaan KPI, penguatan kelembagaan KPI dan regulasi penyiaran [terutama RUU revisi UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran dan PP Nomor 18/2016 tentang Perangkat Daerah], strategi pengawasan siaran di era digitalisasi penyiaran, strategi pengawalan ASO (Analog Switch Off) serta strategi penguatan partisipasi publik di bidang penyiaran baik dalam hal kepemirsaan maupun pengawasan konten siaran.
Pemilu Bermartabat
Kedua, isu tentang Pemilu 2024. Bukan tanpa alasan panitia Hasiarnas tahun 2023 memilih tema kegiatan “Siaran Sehat Pemilu Bermartabat”. Pasalnya, Indonesia bakal segera menghelat pesta demokrasi terbesar ke-3 di dunia [setelah Amerika Serikat dan India] yakni Pemilu tahun 2024.
Menurut rencana, jadwal pemungutan suara pada Pemilu 2024 (Pilpres, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, DPD) serentak digelar pada 14 Februari 2024 dengan total jumlah pemilih berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) final sebanyak 204.807.222 orang terdiri atas 102.218.513 pemilih pria (49,91%) dan 102.140.123 pemilih perempuan (50,09%); 1.750.474 pemilih di luar negeri (8,55%) dan 203.055.748 pemilih di dalam negeri (91,45%). Berdasar DPT, jumlah pemilih milenial (kelahiran tahun 1981-1996) mencapai 68.822.389 orang (33,6%) dan jumlah pemilih generasi Z (lahir 1997-2006) sebanyak 46.800.161 orang (22,85%).
Dengan total pemilih milenial dan generasi Z mencapai 115.622.550 orang (56,45%) atau segmentasi mayoritas pemilih pada Pemilu 2024. Jika Pemilu Pilpres 2024 berlangsung dalam dua putaran, maka pemungutan suara dijadwalkan pada 26 Juni 2024. Ciri utama generasi milenial dan generasi Z adalah relatif akrab dengan teknologi internet dengan berbagai platform digital pengaksesnya.
Smartphone menjadi teknologi pengakses internet yang paling popular di kalangan ini dengan jumlah pengguna smartphone di Indonesia tahun 2022 mencapai 192,15 juta pengguna, menurut laporan dari Newzoo, perusahaan data dan riset digital global berbasis di Belanda. Laporan riset Statista bahkan memproyeksi jumlah pengguna smartphone di Indonesia tahun 2028 bakal mencapai 268,82 juta pengguna.
Dalam konteks merespons Pemilu 2024 situasi fanatisme, ketidaktahuan, kemasabodohan bahkan keisengan, pemilih bisa saja terseret dalam pusaran praktik hoaks, ujaran kebencian maupun perundungan berkonotasi politik. Tentu kondisi ini sangat berbahaya karena rentan menimbulkan friksi, segregasi bahkan konflik horisontal yang bisa memecah belah bangsa dan mencederai demokrasi. Tensi politik mendekati Pemilu 2024 yang kian panas membutuhkan kesadaran dan kerja bersama dari seluruh elemen masyarakat untuk senantiasa menjaga keutuhan bangsa dan negara.
Maka, lembaga-lembaga penyiaran dari level pusat hingga daerah di berbagai pelosok negeri memiliki posisi, peran dan tanggung jawab besar dalam menyelenggarakan literasi politik menjelang Pemilu 2024. Melalui kekuatan jaringan yang luas ditambah dengan kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi serta kemapanan sumber daya manusia, diharapkan bidang penyiaran menjadi katarsis politik bagi masyarakat.
Penyiaran harus menjadi penyentuh, penganalisis dan pemberi solusi dalam setiap jengkal dan jejak penyelenggaraan Pemilu. Penyiaran harus mampu menghadirkan siaran Pemilu yang obyektif, proporsional, adil dan tidak memihak dengan memberikan durasi siaran yang cukup.
Dalam konteks Pemilu 2024, Penyiaran dituntut bekerja profesional dalam menjalankan tugas, pokok dan fungsi (tupoksi)-nya selaku media informasi, pendidikan, kontrol dan perekat sosial sebagaimana diatur dalam regulasi. Penyiaran harus mampu menebar asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Untuk itu, pemahaman yang mendalam, komprehensif dan kokoh atas regulasi penyiaran yang berlaku menjadi kunci utama dalam praksis penyiaran yang profesional terutama pemahaman dan pelaksanaan yang optimal atas UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Selamat Hasiarnas 2023.
*Penulis adalah Staf Ahli Menkominfo