Solo (ANTARA) - Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka mengatakan era digital menjadi kesempatan bagi pemerintah daerah untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk perusahaan swasta, guna memperkuat ekonomi rakyat.
"Era digital adalah era kolaborasi, termasuk saya terbuka dengan perusahaan e-commerce," kata Gibran pada Seminar Nasional bertajuk Tantangan Milenial Merebut Peluang Akses Pembiayaan Dalam Ekosistem UMKM dan Ekonomi Hijau yang diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Solo, Selasa.
Untuk memastikan kolaborasi yang dilakukan Pemkot Surakarta dengan perusahaan e-commerce tersebut memihak pada ekonomi rakyat, ia mengatakan ada kesepakatan yang harus disetujui oleh pihak perusahaan.
"Ketika MoU (menjalin nota kesepahaman) dengan e-commerce ada satu hal yang harus mereka lakukan, yaitu saya nggak ingin ketika sudah MoU, nanti ada batik dari China, sajadah dari China, tasbih dari China atau barang-barang impor yang harganya lebih murah," katanya.
Di sisi lain, ia juga berharap agar pelaku usaha di Kota Solo dalam hal ini UMKM tidak sebagai reseller atau penjual tetapi sebagai produsen.
"Jadi menghasilkan produk mereka sendiri, meski kualitas kontrol masih jelek, pengemasan masih jelek, ini tugas kami (pemerintah daerah dan perusahaan swasta) mendampingi mereka," katanya.
Sebagai bentuk pendampingan kepada pelaku usaha, tambah Gibran, pihaknya juga sudah membuka wadah bagi pelaku UMKM untuk mengembangkan diri.
"Dulu saat masih kampanye (Pilkada Surakarta), banyak ibu yang mengeluh agar Solo perlu ditambah creative hub-nya (wadah kreativitas). Sekarang sudah ada banyak, minggu lalu saya dengan pak Gubernur juga baru saja meresmikan Hetero Space. Sekarang semua bank di Solo juga sudah menyediakan itu dengan fasilitas menarik, bagi yang sudah bankable dapat modal (akses permodalan) dengan bunga menarik," katanya.
Deputi Komisioner Stabilitas Perbankan OJK Agus Edi Siregar mengatakan saat ini Indonesia diuntungkan dengan bonus demografi dengan 70 persen dari total penduduk merupakan usia produktif.
"Sedangkan 45 persennya merupakan generasi Z atau milenial. Di sisi lain, pandemi ini jadi wakeup call bagi kita untuk mencari sektor lain yang jadi sumber ekonomi baru. Dalam hal ini OJK melihat green economy (ekonomi hijau) jadi sumber ekonomi baru. Jadi bagian dari proses recovery (pemulihan) ekonomi nasional," katanya.
Termasuk bagi kalangan UMKM, dikatakannya, sudah bersepakat untuk ikut menerapkan ekonomi hijau. Ia mengatakan hasil survei dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa 95 persen UMKM di dalam negeri menyatakan minatnya pada praktik usaha ramah lingkungan.
Terkait hal ini, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan untuk mendukung implementasi ekonomi hijau, saat ini OJK tengah menyusun Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II periode 2021-2025.
Ia mengatakan fokus dari peta jalan tersebut adalah penyelesaian taksonomi hijau sebagai acuan nasional dalam pengembangan produk-produk inovatif dan atau keuangan berkelanjutan.
"Sekaligus mengembangkan kerangka manajemen risiko berbasis keuangan berkelanjutan untuk Industri Jasa Keuangan dan pedoman pengawasan berbasis risiko iklim untuk pengawas. Mengembangkan skema pembiayaan atau pendanaan proyek yang inovatif dan feasible juga meningkatkan awareness dan capacity building untuk seluruh stakeholders yang tentunya menjadi target sifatnya continuous dan multiyears," katanya.
"Era digital adalah era kolaborasi, termasuk saya terbuka dengan perusahaan e-commerce," kata Gibran pada Seminar Nasional bertajuk Tantangan Milenial Merebut Peluang Akses Pembiayaan Dalam Ekosistem UMKM dan Ekonomi Hijau yang diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Solo, Selasa.
Untuk memastikan kolaborasi yang dilakukan Pemkot Surakarta dengan perusahaan e-commerce tersebut memihak pada ekonomi rakyat, ia mengatakan ada kesepakatan yang harus disetujui oleh pihak perusahaan.
"Ketika MoU (menjalin nota kesepahaman) dengan e-commerce ada satu hal yang harus mereka lakukan, yaitu saya nggak ingin ketika sudah MoU, nanti ada batik dari China, sajadah dari China, tasbih dari China atau barang-barang impor yang harganya lebih murah," katanya.
Di sisi lain, ia juga berharap agar pelaku usaha di Kota Solo dalam hal ini UMKM tidak sebagai reseller atau penjual tetapi sebagai produsen.
"Jadi menghasilkan produk mereka sendiri, meski kualitas kontrol masih jelek, pengemasan masih jelek, ini tugas kami (pemerintah daerah dan perusahaan swasta) mendampingi mereka," katanya.
Sebagai bentuk pendampingan kepada pelaku usaha, tambah Gibran, pihaknya juga sudah membuka wadah bagi pelaku UMKM untuk mengembangkan diri.
"Dulu saat masih kampanye (Pilkada Surakarta), banyak ibu yang mengeluh agar Solo perlu ditambah creative hub-nya (wadah kreativitas). Sekarang sudah ada banyak, minggu lalu saya dengan pak Gubernur juga baru saja meresmikan Hetero Space. Sekarang semua bank di Solo juga sudah menyediakan itu dengan fasilitas menarik, bagi yang sudah bankable dapat modal (akses permodalan) dengan bunga menarik," katanya.
Deputi Komisioner Stabilitas Perbankan OJK Agus Edi Siregar mengatakan saat ini Indonesia diuntungkan dengan bonus demografi dengan 70 persen dari total penduduk merupakan usia produktif.
"Sedangkan 45 persennya merupakan generasi Z atau milenial. Di sisi lain, pandemi ini jadi wakeup call bagi kita untuk mencari sektor lain yang jadi sumber ekonomi baru. Dalam hal ini OJK melihat green economy (ekonomi hijau) jadi sumber ekonomi baru. Jadi bagian dari proses recovery (pemulihan) ekonomi nasional," katanya.
Termasuk bagi kalangan UMKM, dikatakannya, sudah bersepakat untuk ikut menerapkan ekonomi hijau. Ia mengatakan hasil survei dari Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa 95 persen UMKM di dalam negeri menyatakan minatnya pada praktik usaha ramah lingkungan.
Terkait hal ini, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan untuk mendukung implementasi ekonomi hijau, saat ini OJK tengah menyusun Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II periode 2021-2025.
Ia mengatakan fokus dari peta jalan tersebut adalah penyelesaian taksonomi hijau sebagai acuan nasional dalam pengembangan produk-produk inovatif dan atau keuangan berkelanjutan.
"Sekaligus mengembangkan kerangka manajemen risiko berbasis keuangan berkelanjutan untuk Industri Jasa Keuangan dan pedoman pengawasan berbasis risiko iklim untuk pengawas. Mengembangkan skema pembiayaan atau pendanaan proyek yang inovatif dan feasible juga meningkatkan awareness dan capacity building untuk seluruh stakeholders yang tentunya menjadi target sifatnya continuous dan multiyears," katanya.